Kisah Menjual Teh Botol Sosro Di Pasaran Hingga Menjadi Merek Besar Di Indonesia

Kisah Menjual Teh Botol Sosro Di Pasaran Hingga Menjadi Merek Besar Di Indonesia

RADARPENA.CO.ID - Masyarakat Indonesia sudah hafal  dengan merek minuman kemasan  Teh Botol Sosro.

Minuman yang tersedia dalam  botol atau kotak ibarat nyonya rumah di setiap restoran atau kios.
 
Sebelum merajai pasar minuman,  Teh Botol Sosro bermula ketika ayah  Sosrodjojo memiliki perkebunan teh sendiri di wilayah Slaw, Jawa Tengah.

Ketika harga daun teh yang dipanen dari perkebunan tehnya turun, Sosrodjojo akhirnya menjual teh kering  siap pakai ke pasar pada tahun 1940.

Teh celup bernama Teh Cap Botol merupakan perpaduan antara teh hijau dan bunga melati. Rasanya sangat nikmat dan segar jika direbus.

Namun, jika tidak tahu cara mengaduknya, rasa tehnya akan hilang.

Penjualan racikan daun teh kering  Sosrodojojo di Slavia positif. Ia kemudian memperluas  penjualan tehnya hingga ke Jakarta.  

 

Pada tahun 1950, Sosrodjojo  mendorong putra-putranya Soetjipto, Soegiharto, Soemarsono dan Surjanto untuk menunjukkan cara meracik teh yang benar agar rasanya enak.

Saat itu Surjanto yang  baru pulang sekolah di Jerman langsung membebankan pendistribusian paket Teh Cap Botoli ke pasar dan pusat kerja.

Pada tahun 1953, setelah mengemudi dan memutar lagu, mereka menggunakan pengeras suara untuk mengundang tamu dan membagikan teh gratis.

Di sana mereka mendemonstrasikan proses pencampuran teh dengan benar Namun, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencampur dan membuat teh. Kali ini dianggap cukup lama.

Sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk merelakan usaha teh yang dirintis keluarga Sosrodojojo.

Penjualan racikan daun teh kering  Sosrodojojo di Slavia positif. Ia kemudian memperluas  penjualan tehnya hingga ke Jakarta.  

Pada tahun 1950, Sosrodjojo  mendorong putranya SoetjiptoSosrodjojo untuk mengapresiasi langkah-langkah pembuatan teh.

 

Pada kampanye selanjutnya, episode merebus air dan membuat teh dihilangkan karena dianggap terlalu lama.

Sebaliknya, ketel dibuat dari air teh yang dibawa dari kantor, Kendala dalam aksi unjuk rasa ini adalah banyaknya lubang di Jakarta sehingga jalan yang ditimbun pot menyinari mobil.

Dari penilaian tersebut kemudian lahirlah strategi lain yaitu dengan memasukkan teh  siap minum ke dalam botol bekas limun yang telah dibersihkan.

Teh dalam kemasan kemudian disajikan kepada  calon pembeli di pasar atau  tempat keramaian. Oleh karena itu, waktu yang dihabiskan sangat efektif.

Strategi inilah yang kemudian menjadi strategi yang paling efektif dan tepat.  Pada tahun 1969,  Teh Cap Botol dijual dalam bentuk botol.

Botol yang awalnya digunakan untuk iklan kemudian disebut minuman ringan Teh Cap Botol  Sosrodjojo.

Pembotolan teh pada awalnya dilakukan  dengan tangan, menggunakan sendok dan corong untuk membotolkan teh.

Desain botolnya masih terlihat  sangat sederhana.  

 

Pada tahun 1972, nama merek “Minuman ringan Teh Cap Botol Sosrodjojo” disederhanakan menjadi “Teh Cap Botol Sosro”, dimana kata “Cap” dipersingkat sehingga masyarakat dapat membaca Teh Botol Sosro yang kemudian dikenal luas di Indonesia.

Pada tahun 1974, pengiriman Teh Botol Sosro mencapai 2.400 botol. Maka didirikanlah pabrik PT Sinar Sosro  yang mampu memproduksi 6.000 botol per jam.

Pabriknya berlokasi di kawasan Ujung Menteng Jakarta. PT Sinar Sosro juga memiliki ribuan hektar perkebunan teh  di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Soetjipto Sosrodjojo awalnya memberikan Rp 25 untuk proses penjualan di  agen dan dealer. Namun, pedagang kaki lima diperbolehkan menjual dengan harga dua kali lipat dari harga agen.

Pada tahun 1981,  PT Sinar Sosro sukses besar dengan membagikan pendingin  roda kepada para pedagang di  ITC Cempaka Mas di Pasar Senen.  

Teh Botol yang dingin dan menyegarkan nampaknya menarik minat pembeli, terutama di tengah panasnya udara kota Jakarta.

Di sisi lain, produsen teh botol Sosro juga menjalin hubungan yang baik dan erat sehingga menghasilkan keuntungan yang besar bagi para pedagang dan pedagang kaki lima yang pada saat itu teh botol masih dianggap aneh di toko-toko besar.

 

Rantai distribusi dan sistem penjualan PT Sinar Sosro yang baik dan terorganisir membuat pendistribusian teh botol Sosro tersebar ke daerah dan kota di seluruh Indonesia.

Pada tahun 1984, Sosro mampu menjual hingga 960.000 botol teh per bulan. Sosro pun berhasil menguasai 80 persen pasar  minuman serupa, meski dikepung merek lain yang dikuasai perusahaan Coca-Cola dan Pepsi.

Sosro juga mampu memperoleh pengaruh di berbagai bisnis makanan cepat saji. Ketika PT Rekso Nasional Food milik keluarga Sosrodjojo membeli hak kepemilikan McDonald Indonesia pada tahun 2009.

Keuntungan Sosro pada tahun 2008 sebesar Rp 1,8 triliun,  Hingga saat ini PT Sinar Sosroa dikelola oleh generasi ketiga dari keluarga Sosrodjojo.

Aset perusahaan  mencapai puluhan miliar, Dan hingga saat ini hanya keturunan Sosrodjojo yang mengelola perusahaan tersebut yaitu Soetjipto Sosrodjojo bersama anak-anaknya dan Soegihato Sosrodjojo bersama istri dan anaknya.

Soegiharto, Soemarsono dan Surjanto mendemonstrasikan cara meracik teh yang benar agar rasanya enak.

Saat itu Surjanto yang baru pulang sekolah di Jerman langsung membebankan pendistribusian paket Teh Cap Botoli ke pasar dan pusat kerja.

Pada tahun 1953, setelah mengemudi dan memutar lagu, mereka menggunakan pengeras suara untuk mengundang tamu dan membagikan teh gratis.

Di sana mereka mendemonstrasikan proses pencampuran teh dengan benar Namun, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencampur dan membuat teh.

Kali ini dianggap cukup lama. Sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk melepaskan usaha teh yang dirintis keluarga Sosrodojojo.**

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: