Dampak Konflik di Laut Merah, Pengamat: Krisis Pangan dan Energi Global Berpotensi Terjadi

Dampak Konflik di Laut Merah, Pengamat: Krisis Pangan dan Energi Global Berpotensi Terjadi

Konflik di Laut Merah: Berpotensi Krisis Pangan dan Energi Global--

Akibat dari rute perjalanan yang semakin jauh maka mempengaruhi pula terhadap waktu perjalanan pelayaran serta konsumsi bahan bakar kapal-kapal angkutan kargo dan angkutan lain tersebut.

Selain itu rute pelayaran yang semakin jauh akan mempengaruhi biaya angkutan logistik, dimana Eropa dan Negara-Negara di Mediterania akan menanggung dampak paling parah. 

"Begitu juga dengan perdagangan ke Asia akan merasakan imbasnya imbuh," ujarnya  

Mengutip dari The Global Trade Research Initiative memperkirakan dampak ekonomi perubahan rute pelayaran tersebut akan meningkatkan biaya pelayaran sekitar 40-60 persen, kemudian kenaikan biaya asuransi 15-20 persen, dan ada potensi rusak sebagian atau seluruh kargo yang dibawanya akibat rute pelayaran yang berubah. 

Dampak ini tampak pada Perusahaan ekspedisi raksasa Maersk dan CMA CGM misalnya, mereka akan mengenakan biaya tambahan terkait pengalihan rute kapal. 

“Situasi itu tentu juga ikut mempengaruhi harga minyak dan gas di pasaran Internasional. Misal Harga Minyak mentah berjangka Brent pada akhir Desember lalu naik 92 sen, atau 1,2 persen, menjadi 80,31 dolar AS per barel pada 1445 GMT. Pasokan barang pangan juga ikut terpengaruh akibat konflik di Laut Merah tersebut,” kata Hakeng.

BACA JUGA:

Terhambat atau berkurangnya  pasokan minyak dan gas dunia juga akan berpengaruh terhadap harga minyak dan gas di Indonesia.

"Akibatnya efek domino terhadap kenaikan harga pangan atau bahan pangan pokok akan terjadi di Indonesia pula," ujarnya.

Sementara itu menurut Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, kenaikan ongkos logistik imbas konflik tersebut melonjak signifikan dibandingkan dengan ongkos sebelum memanasnya perang Israel-Hamas. 

"Bisa naik sampai 30-40% [ongkos produksi]," kata Benny, Jumat 12 Januari 2024.

BACA JUGA:

Adapun, beberapa sektor industri pengolahan yang ekspornya mengalami tekanan akibat konflik panas tersebut, yaitu tekstil dan pakaian jadi, furnitur, elektronik, komponen otomotif, hingga produk turunan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). 

Kondisi ini mulai terlihat dari lesunya permintaan ekspor ke Eropa lantaran mahalnya biaya angkutan logistik yang memilh untuk menghindari jalur Terusan Suez di Semenanjung Sinai, Mesir. 

Angkutan logistik disebut lebih memilih untuk berputar melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Alhasil, biaya dan waktu pengiriman bertambah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: