Pernikahan Beda Agama di Indonesia: Di Mana Dicatat dan Bagaimana Hukum Menurut UU?
Ilustrasi pernikahan beda agama --pexels.com/Huy Nguyễn
Dalam Islam, pernikahan beda agama dianggap tidak sah dan haram. Hal ini didasarkan pada QS. Al Baqarah [2]: 221, yang melarang pernikahan dengan orang yang tidak seiman.
Selain itu, Pasal 40 huruf c dan Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara eksplisit melarang pernikahan antara pria Muslim dengan wanita non-Muslim, atau sebaliknya.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 juga menegaskan bahwa pernikahan beda agama adalah haram dan tidak sah.
BACA JUGA:
- Diduga Teler saat Hadapi Wartawan, Netizen Usulkan BNN Periksa Fico Fachriza
- Viral! Tak Diberi Uang, Seorang Pengemis Sundut Rokok Pengendara Motor di Tegal
Sementara itu, agama-agama lain di Indonesia memiliki pandangan yang beragam mengenai pernikahan beda agama.
Beberapa agama mungkin lebih fleksibel dalam menerima pernikahan lintas keyakinan, namun tetap bergantung pada aturan internal agama tersebut.
Implikasi Sosial dan Hukum
Nikah beda agama bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga sosial. Pasangan yang menjalani pernikahan beda agama sering menghadapi tantangan, mulai dari penolakan keluarga hingga kesulitan dalam mengurus dokumen resmi.
Selain itu, isu ini juga memengaruhi hak-hak waris, pengakuan anak, dan perlindungan hukum lainnya.
Secara hukum, pasangan yang memilih untuk menikah beda agama harus siap menghadapi proses administratif yang lebih rumit.
Langkah paling umum adalah mengajukan permohonan penetapan ke pengadilan. Setelah itu, pencatatan dilakukan sesuai dengan agama masing-masing atau di KCS untuk pasangan non-Muslim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: