Dampak Jangka Pendek Boikot Produk Pro Israel Bagi Pengusaha Lokal, Bisa Ada PHK?
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID -Popularitas gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) pun makin meningkat tak cuma di Indonesia, tetapi di beberapa negara lain.
BDS adalah gerakan boikot (penolakan) dari konsumen guna meyakinkan para pelaku perdagangan di seluruh dunia untuk berhenti menjual produk asal Israel.
BDS bertujuan untuk memberikan tekanan ekonomi kepada Israel agar memberikan hak setara kepada Palestina. Umumnya, gerakan BDS mencakup perusahaan yang melibatkan pemukiman ilegal, mengeksploitasi sumber daya alam dari tanah Palestina, dan menggunakan warga Palestina sebagai tenaga kerja murah.
Pemerintah Indonesia harus mulai bersiap-siap terkait dampak seruan boikot produk Israel yang beredar di Indonesia. Boikot produk Pro Israel ini masif di suarakan warga masyarakat di media sosial karena konflik di Palestina yang belum kelihatan akan berakhir.
BACA JUGA:
- Aksi Boikot Produk Israel dan Pendukungnya Akan Berimbas Pada Perekonomian Indonesia, Pengusaha Berikan Saran
- L'Oreal Masuk dalam Daftar Produk Israel yang Diboikot MUI, Ini Alasannya
Konflik antara Hamas dan Israel menimbulkan hilangnya nyawa warga Palestina yang tidak berdosa,yang bahkan menjurus ke Genosida.
Menurut Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero menilai untuk jangka pendek aksi boikot produk yang diduga pro-Israel justru memengaruhi para pelaku usaha lokal domestik hingga para pekerjanya.
Dia pun meminta agar pemerintah mempertimbangkan secara cermat agar aksi boikot tidak merugikan masyarakat dan pelaku usaha dalam negeri.
"Kalau ditanya apakah boikot produk berpengaruh atau tidak, jawabannya kalau produk langsung dari sana (Israel) dan kita tolak tentu sangat berpengaruh, seperti jeruk baby dari Israel berarti kan produk itu langsung berpengaruh, kalau untuk jangka pendek seperti produk jasa MCD, Starbucks justru pengaruh ke lokal domestik , pertama lapangan kerja tertutup, kedua UMKM yang mensupply daging ayam, kentang, cabai akan terhambat, jadi artinya ada dampak boikot itu dirasakan dampaknya sama masyarakat dalam negeri," jelasnya.
Pemerintah harus mulai bersiap-siap akan dampak boikot terhadap pekerja yang sangat banyak di Indonesia yang bekerja di perusahaan yang terafiliasi dengan produk-produk yang Pro Israel.
Pasalnya beberapa perusahaan multinasional seperti Unilever yang diduga berafiliasi dengan Israel memiliki pekerja yang sangatlah banyak, sehingga bila aksi boikot berjalan dengan mulus, tak menutup kemungkinan perusahaan multinasional akan gulung tikar dan menghasilkan para pekerja yang harus putus kontrak kerja. Hal ini tentunya akan mengguncang ekonomi Indonesia.
Aksi boikot ini sebenarnya juga membuka peluang usaha bisnis bagi para pengusaha lokal. Namun, tak bisa dimungkiri untuk mensubstitusi produk yang terkena boikot tidak bisa dilakukan secara instan, perlu proses yang panjang dan matang.
"Jadi, kalau pemerintah menyatakan boikot ada dua hal yang harus dipersiapkan, pertama menyiapkan dampak dengan siapkan lapangan kerja baru atau memberi bantuan tunai selama 6 bulan ke karyawan yang terdampak. Bisa juga memberi bantuan modal kerja UMKM agar bisa speed up membuat produk pengganti yang diboikot," terangnya.
Hal senada di sampaikan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai gerakan tersebut belum memberikan dampak terhadap perekonomian di dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: