Presdir PT Caturkarsa Megatunggal dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Dijebloskan ke Tahanan KPK

Presiden Direktur (Presdir) PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta menggunakan rompi oranye-ayu novita-radarpena.co.id
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan Presiden Direktur (Presdir) PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta ke tahanan.
Keduanya merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“KPK melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka dalam perkara LPEI pada hari ini yaitu JM dan SMD,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Kamis, 20 Maret 2025.
Asep menjelaskan bahwa penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK Kelas I Jakarta Timur selama 20 hari, mulai hari ini hingga 8 April 2025.
Diketahui, KPK sebelumnya sudah lebih dulu menahan Direktur Utama PT PE Newin Nugroho.
BACA JUGA:Dirut PT Petro Energy Newin Nugroho Dijebloskan ke Tahanan KPK Buntut Kasus Korupsi LPEI
BACA JUGA:Korupsi Rp988 Miliar, 2 Direktur LPEI Jadi Tersangka Plus 3 Lainnya
Dua tersangka lain yaitu Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan belum ditahan.
Teruntuk pemberian kredit oleh LPEI kepada PT PE, KPK menyebut negara mengalami kerugian sejumlah US$18.070.000 (Outstanding pokok KMKE 1 PT PE) dan Rp549.144.535.027 (Outstanding pokok KMKE 2 PT PE).
Adapun, KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.
PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlyingpencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK), dan menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit.
Komisi antirasuah juga sedang menyelidiki pemberian fasilitas kredit kepada 10 debitur lainnya. Dari sana disebutkan ada potensi kerugian negara hingga mencapai Rp11,7 triliun.(ayu novita)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: