Pengamat: PPN 12 Persen Kontradiktif dengan Upaya Pertumbuhan Ekonomi
Pengamat: PPN 12 Persen Kontradiktif dengan Upaya Pertumbuhan Ekonomi--
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 mendapat penolakan dari berbagai kalangan.
Pengamat Kebijakan Publik, Ya'qud Ananda Gudban, menilai, upaya pemerintah menaikkan PPN 12 persen memang justru menghambat pertumbuhan ekonomi, karena meningkatkan kerentanan pada sektor ekonomi keluarga.
"Kenaikan PPN 12 persen ini sangat kontradiktif dengan upaya pertumbuhan ekonomi. Harga barang naik membuat daya beli lesu dan menekan konsumsi domestik. Efeknya akan besar," Kata Ya'qud Ananda Gudban, di Jakarta, Selasa (26/11).
Doktor bidang ilmu ekonomi Universitas Brawijaya itu juga menambahkan, pada dasarnya pajak sangat membebani biaya hidup masyarakat, termasuk mengurangi daya dan beli dan akhirnya berdampak besar pada menurunnya kesejahteraan.
BACA JUGA:
- Masih Memanas Polemik Soal PPN 12 Persen, Ditjen Pajak Buka Suara
- Begini Strategi Kemenkes Atasi Biaya Pengobatan Mahal, Salah Satunya Kurangi Pajak
Karenanya, keputusan menaikkan PPN 12 persen selain perlu diikuti kajian mendalam, juga harus didasari pada kondisi riil masyarakat saat ini.
"Seharusnya pemerintah bisa lebih inovatif dengan memikirkan upaya lain dalam rangka meningkatkan pendapatan negara selain sumber pajak, mengingat potensi besar yang dimiliki negara ini," tandasnya.
Wanita yang akrab disapa Nanda itu juga menegaskan, dampak sosial dari kenaikan PPN 12 persen akan dirasakan langsung oleh masyarakat, sebab sejumlah harga barang dipastikan mengalami kenaikan. Di sisi lain, pendapatan masyarakat cenderung stagnan dan tidak ada kenaikan yang signifikan.
"Jadi, keadilan pajak kita pertanyakan di sini, dengan kenaikan PPN 12 persen, orang berpenghasilan tinggi dan rendah pajak yang mereka bayarkan sama, sedangkan kita tahu data BPS kemarin, kelas menengah di Indonesia mulai menurun, dan mereka sudah mulai makan uang tabungan untuk bertahan hidup, sekarang masih mau dibebani kenaikan pajak,” urainya.
BACA JUGA:
- Anggota DPRD Dorong Pemkot Bandung untuk Terbitkan Perwal Pajak dan Retribusi Daerah
- Persiapkan Penerapan Sistem Coretax, DJP Gelar Edukasi Serentak Kepada Ribuan Wajib Pajak
Nanda juga menjelaskan, meski kenaikan PPN 12 Persen merupakan implementasi dari Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), namun aturan itu bisa ditunda dengan upaya hukum dalam waktu yang cepat, mengingat saat ini sudah memasuki akhir tahun, sedangkan kenaikan PPN 12 persen dimulai pada 1 Januari 2025.
"Yang jelas, dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, janganlah memaksakan kebijakan menaikkan PPN yang masuk kategori regresif. Pendapatan masyarakat kita banyak jauh timpang, ini akan mengganggu pertumbuhan ekonomi, dan justru membebani masyarakat," tegasnya.
Nanda berharap pemerintah mengkaji ulang kenaikan PPN 12 persen dan menunda kenaikan pajak di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini belum stabil.
"Selain konsumen, dampaknya juga ada pada produsen. Kita hanya takut kalau kondisi ekonomi masyarakat berantakan akibat kenaikan harga dampak dari PPN, pada gilirannya berimbas pada kondisi sosial," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: