Pro Kontra Penjualan Kontrasepsi di Kalangan Muda

Pro Kontra Penjualan Kontrasepsi di Kalangan Muda

Jenis-jenis alat Kontrasepsi-ilustrasi-berbagai sumber

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Penjualan kontrasepsi kepada kalangan muda di Indonesia telah menjadi topik perdebatan panas di masyarakat, dengan berbagai pandangan yang muncul dari berbagai pihak. 

Isu ini semakin mencuat seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan akses terhadap kontrasepsi bagi remaja dan dewasa muda.

Penyediaan alat kontrasepsi dalam upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana diatur Pasal 103 ayat (4) huruf e Peraturan Pemerintah (PP) No.28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang kesehatan menjadi perbincangan publik. 

Bahkan sejumlah kalangan mengkritik pengaturan penyediaan alat kontrasepsi tersebut dalam beleid tersebut.

Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah segera merevisi PP 28/2024 untuk memberi pengaturan yang lebih jelas dan rinci terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. 

Menurutnya, tanpa pengaturan yang jelas, ketentuan itu berpotensi ditafsirkan lain sehingga menimbulkan kerancuan.

“Dalam pasal yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja dan anak sekolah tidak dijelaskan secara rinci definisi remaja dan anak sekolah. Jadi pasal ini dipahami dalam pengertian umum,” ujarnya melalui keterangan resminya.

Dia mengatakan Pasal 98 PP 28/2024 menjelaskan upaya kesehatan reproduksi dilaksanakan dengan menghormati nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia dan sesuai dengan norma agama. 

Dia menolak klaim pemerintah yang menyebut remaja dan anak sekolah tersebut adalah yang sudah menikah dan atau remaja berisiko, misal, remaja dengan kasus HIV/AIDS.

“Sekali lagi, tulis secara eksplisit dalam pasalnya atau dalam penjelasan bahwa yang dimaksud adalah ‘remaja dan anak sekolah yang sudah menikah’. Kalau sekadar penjelasan lisan dari pejabat terkait, ini kan tidak permanen dan tidak memiliki kekuatan hukum,” lanjut Netty.

Bagi Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, pendidikan kesehatan reproduksi untuk pelajar dan remaja perlu diformulasi secara holistik. 

Berbasis pada pemahaman bahwa mereka adalah subjek hukum dari aturan berbasis Ketuhanan yang Maha Esa. Pendidikan kesehatan reproduksi ini jangan sampai bertentangan, dengan nilai agama.

Senada, Korrdinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, memandang, peraturan ini sangat tidak partisipatif dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasannya. 

“Daripada kontradiktif dengan tatanan sosial di sekolah dan juga merusak moralitas anak-anak, sebaiknya aturan ini dicabut dan didiskusikan kembali dengan melibatkan partisipasi yang lebih luas,” kata Ubaid dalam rilis resmi, Selasa 6 Agustus 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: