PM Palestina Mohammad Shtayyeh Resmi Mundur saat Konflik Panas Israel vs Palestina Memanas
PM Palestina, Mohammad Shtayyeh yang mengundurkan diri dari jabatannya.-Foto: Instagram.com/@riktpunkt-
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Mohammad Shtayyeh, Perdana Menteri Palestina buka suara terkait soal alasannya yang mengundurkan diri dari jabatan pada Senin, 26 Februari 2024.
Saat mengumumkan pengunduran dirinya di depan awak media di Ramallah, Stayyeh menuturkan keputusannya ini diambil karena "eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya" di Tepi Barat dan Yerusalem.
"Keputusan untuk mengundurkan diri datang sebagai respons terhadap eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tepi Barat dan Yerusalem serta perang, genosida, dan kelaparan di Jalur Gaza," ungkap Shtayyeh yang dikutip dari Al Jazeera pada Senin, 26 Februari 2024.
Menurut Shtayyeh, tantangan yang dihadapi Palestina saat ini memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan situasi baru di Gaza. Ia juga menekankan perlunya konsensus di antara masyarakat untuk menyatukan otoritas di seluruh tanah Palestina.
BACA JUGA:
- Diisukan Sebagai Muslim, Pangeran William Sering Ucap Assalamualaikum dan Orang Pertama yang Bela Palestina
- Alasan Kemendikbud Tak Beri Sanksi ke Binus Serpong Buntut Kasus Bulying dan Penganiayaan
- Jokowi Sebut RKP 2025 Akomodasi Program Kerja untuk Presiden Terpilih Selanjutnya
Selain itu, Shtayyeh juga menjelaskan "peperangan, genosida, hingga kelaparan di Jalur Gaza" dalam pengumuman pengunduran dirinya tersebut. Shtayyeh mencatat ada upaya menjadikan (Otoritas Palestina) sebagai administratif dan keamanan tanpa pengaruh politik."
"Dan otoritas Palestina akan terus berjuang mewujudkan negara di tanah Palestina meskipun ada pendudukan (Israel)," ucap Shtayyeh seperti dikutip Al Jazeera.
Dalam kesempatan itu, Shtayyeh juga menuturkan ia memutuskan mundur demi memungkinkan konsensus luas di antara rakyat Palestina tercapai mengenai pengaturan politik pasca-agresi Israel berlangsung di Jalur Gaza.
Shtayyeh mengungkapkan keputusannya saat tekanan dari Amerika Serikat meningkat pada Abbas untuk melakukan perubahan dalam PA dan mulai bekerja pada struktur politik yang bisa mengelola negara Palestina setelah perang.
Pengunduran dirinya masih harus diterima oleh Abbas, yang mungkin akan memintanya untuk tetap menjabat sebagai caretaker sampai pengganti permanen ditunjuk.
BACA JUGA:
- Perdana Hadiri Sidang Paripurna Kabinet, AHY Jabat Tangan Moeldoko
- Diam-Diam Ajudan Prabowo Nyaleg DPR RI, Raih Suara Tinggi di Jambi
- KUA Layani Nikah Semua Agama Mulai Tahun 2024, Menag: Aula Juga Bisa Digunakan Non Islam
Dalam sebuah pernyataan kepada kabinet, Shtayyeh, seorang akademisi ekonom yang mulai menjabat pada tahun 2019, mengatakan tahap selanjutnya perlu mempertimbangkan kenyataan yang muncul di Gaza, yang telah hancur akibat pertempuran sengit selama hampir lima bulan.
Dia mengatakan tahap selanjutnya akan membutuhkan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas yang muncul di Jalur Gaza.
"Perlunya perundingan persatuan nasional, dan kebutuhan mendesak akan konsensus antar-Palestina," jelas Shtayyeh. Selain itu, diperlukan “perluasan kewenangan Otoritas atas seluruh tanah Palestina”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: