Rencana Keji Netanyahu Musnahkan Hamas Bocor Ke Media, UEA dan Arab Saudi Turut Membantu?
Saat ini Netanyahu dilaporkan telah meminta Dewan Keamanan Nasional Israel menyusun sejumlah opsi terkait rencana di Gaza.
Meski demikian, Netanyahu belum membeberkan detail opsi-opsi tersebut.
"Yang jelas kita perlu menempatkan Gaza melalui proses de-Nazifikasi, seperti yang dilakukan Jerman dan Jepang setelah Perang Dunia," ungkap PM Israel itu.
BACA JUGA:
- Lembaga Amal Internasional: Situasi Gaza Bukan Bencana tapi Apokaliptik, Luluh Lantak
- Jika Perang Berakhir, Netanyahu Sebut Tentaranya Akan Jadi Penjamin Keamanan Gaza
Agresi Israel di Jalur Gaza semakin menjadi-jadi sejak gencatan senjata berakhir tanpa perpanjangan pada 1 Desember. Hingga kini, lebih dari 18.200 orang tewas akibat gempuran Israel. Mayoritas korban tewas merupakan anak-anak dan perempuan.
Banyak komunitas dan organisasi internasional menyerukan gencatan senjata permanen mengingat kondisi Gaza yang kian parah. Namun, desakan itu hingga kini belum terwujud karena penolakan Israel dan negara-negara Barat.
Sebelumnya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) gagal lagi menciptakan konsensus untuk menghentikan perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Penyebabnya, Amerika Serikat (AS), dan Inggris menentang rencana resolusi karena menyebut soal gencatan senjata.
Sidang Dewan Keamanan PBB sebelumnya juga gagal menyepakati resolusi soal Jalur Gaza, termasuk karena adanya dua veto dari AS. Situasi ini semakin menggarisbawahi kompleksitas dalam mencapai konsensus mengenai masalah penting ini.
BACA JUGA:
- Makin Menggila! Netanyahu Hentikan Perundingan Damai dengan Palestina, Israel Kembali Bombardir Gaza
- Gencatan Senjata Berakhir, Pemukiman Gaza Kembali Menjadi Neraka, Ratusan Penduduk Palestina Tewas
Diketahui bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB berbeda dengan resolusi Majelis Umum PBB, yang dalam rapat darurat pada akhir Oktober lalu berhasil meloloskan resolusi yang menyerukan 'gencatan senjata kemanusiaan segera' di Jalur Gaza.
Resolusi Majelis Umum PBB soal gencatan senjata itu mendapatkan 122 suara dukungan dan 14 suara menolak, dengan sebanyak 55 negara lainnya abstain.
Meskipun didukung mayoritas negara anggota, resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat dan hanya mencerminkan sikap berbagai negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: