3. Korban bullying
Rekan kerja Crooks lainnya menambahkan bahwa di SMA, Crooks "memiliki kelompok teman yang baik, dan dari apa yang saya lihat, dia tampak bahagia."
"Dia selalu memiliki wajah yang menyenangkan untuk dilihat. ... Dia selalu menerima obrolan ringan saya," kata mereka. "Sangat sopan, sedikit pendiam, tapi tidak apa-apa."
"Dia bukan seorang radikal," kata rekannya yang lain, seraya menyatakan bahwa Crooks tidak pernah mengungkapkan pandangan politik apa pun di tempat kerja seperti dikutip CNN.
"Sulit melihat segala sesuatu yang terjadi di media sosial karena dia adalah orang yang sangat, sangat baik, namun melakukan hal yang sangat buruk. Dan saya hanya berharap saya tahu alasannya," paparnya menambahkan.
Meski begitu, salah satu teman SMA Crooks, Jason Kohler (21) mengatakan Crooks pernah dirundung teman-temannya dan sering menyendiri.
Kohler menganggap Crooks "tidak memiliki ekspresi wajah" ketika berjalan melewati lorong sekolah.
"Dia bukan anak yang suka berkelompok dan memiliki teman geng, jadi dia selalu menjadi sasaran," papar Kohler kepada CNN.
4. Tak ada dalam radar FBI
FBI mengatakan pelaku tidak memiliki riwayat kriminal apa pun dan tak ada dalam pengawasan aparat keamanan.
Hal itu menjadikan aparat sampai saat ini sulit mengungkap motif Crooks menembak Trump.
BACA JUGA:Mengenal Apa Itu Hoarding Disorder, Kebiasaan Mengganggu yang Tak Lazim
5. Penembak profesional
Tiga sumber penegak hukum AS mengonfirmasi bahwa Crooks berada di luar lokasi kampanye Trump saat melancarkan aksinya meski terhitung dari jarak dekat.