Hukum Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia: Perspektif dan Pandangan Ulama

Hukum Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia: Perspektif dan Pandangan Ulama

Hukum Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia: Perspektif dan Pandangan Ulama--Foto: ideogram.ai

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Berkurban merupakan salah satu ibadah penting dalam Islam, terutama saat perayaan Idul Adha.

Namun, bagaimana hukumnya jika ingin berkurban untuk seseorang yang telah meninggal dunia? Mari kita kaji lebih dalam mengenai topik ini melalui pandangan ulama dan hukum fiqih.

Hukum Dasar Berkurban

Berkurban atau menyembelih hewan pada hari raya Idul Adha adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Dalam konteks keluarga, hukum berkurban bersifat kifayah. 

Artinya, jika satu orang dalam keluarga telah berkurban, kewajiban ini gugur untuk anggota keluarga lainnya. Namun, jika hanya satu orang, maka hukumnya menjadi sunnah ‘ain, yang berarti dianjurkan secara individu.

BACA JUGA:

Dalil Sunnah Muakkad:

Rasulullah SAW bersabda:

“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian” (HR. At-Tirmidzi).

Menurut Muhammad al-Khathib asy-Syarbini dalam kitab al-Iqna’, orang yang terkena kewajiban kurban adalah muslim yang merdeka, baligh, berakal, dan mampu  .

Pandangan Mengenai Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia

Pendapat Mayoritas Ulama Mazhab Syafi’i:

Mayoritas ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia tidak diperbolehkan, kecuali jika orang tersebut pernah berwasiat semasa hidupnya. Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin menjelaskan:

 “Tidak sah berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani” (Minhaj ath-Thalibin, h. 321).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: