Beda Haluan dengan Thailand, Begini Sikap Indonesia soal Pajak Minuman Beralkohol

Beda Haluan dengan Thailand, Begini Sikap Indonesia soal Pajak Minuman Beralkohol

Ilustrasi minuman beralkohol --pexels.com/Duy Nod

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Pemerintah Thailand telah menyetujui pemotongan pajak minuman beralkohol untuk mendukung pertumbuhan sektor pariwisata. 

Menurut laporan media Malaysia dari The Star pada Selasa, 9 Januari 2024, pemotongan pajak mencakup penurunan tarif pajak wine dari 10 persen menjadi 5 persen, sedangkan pajak minuman beralkohol dikurangi dari 10 persen menjadi nol.

Chai Wacharonke, Juru Bicara Pemerintah Thailand, menjelaskan bahwa pajak cukai tempat hiburan juga akan mengalami pemotongan sebesar setengahnya, dari 10 persen menjadi 5 persen. 

Meskipun langkah ini berpotensi mengurangi pendapatan pajak, Wacharonke meyakinkan bahwa kerugian tersebut akan diimbangi dengan peningkatan penerimaan negara dari sektor pariwisata.

"Kebijakan pajak ini dijadwalkan berakhir pada akhir tahun," ungkap Wacharonke, menegaskan bahwa langkah ini bersifat sementara untuk merangsang kunjungan wisatawan dan memberikan dorongan ekonomi bagi industri pariwisata Thailand.

BACA JUGA:

Lain halnya dengan RI, pada 1 Januari 2024, pemerintah Indonesia secara resmi meningkatkan tarif cukai minuman beralkohol atau minuman mengandung etil alkohol (MMEA). 

Kenaikan ini diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 160 Tahun 2023, yang membagi MMEA menjadi tiga golongan, yaitu golongan A (MMEA dengan etil alkohol 5 persen), golongan B (MMEA dengan EA 5-20 persen), dan golongan C (MMEA dengan EA 20-55 persen).

Selain menaikkan tarif cukai MMEA, pemerintah juga memperluas jenis konsentrat yang mengandung etil alkohol (KMEA). Kini, KMEA dibagi menjadi dua bentuk, yakni berbentuk cairan dan berbentuk padatan. 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI), Ipung Nimpuno, memperingatkan terhadap dampak negatif kenaikan tarif cukai minuman beralkohol. 

Menurutnya, langkah tersebut dapat menjadi kontraproduktif, merangsang peningkatan produksi minuman alkohol palsu dan oplosan di pasaran.

Seperti dikutip dari Kompas, Rabu, 10 Januari 2024, Ipung menekankan bahwa kenaikan tarif yang terlalu tinggi dapat memicu maraknya minuman yang tidak aman dan ilegal. 

BACA JUGA:

Dalam pandangannya, peningkatan tarif seharusnya melibatkan diskusi intensif antara pemerintah dan pelaku usaha. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: