Inilah Rahasia Nikmatnya Serabi Notosuman, Oleh-Oleh Khas Solo yang Diwarisakan Turun Temurun Hingga Kini Beru
Sekali waktu, sang generasi penerus pernah mencoba membuat serabi dengan tambahan nangka. Namun ternyata rasa nangka tersebut justru lebih dominan dan malah menutupi rasa khas serabi.
Akhirnya pembuatan varian rasa serabi pun urung dilakukan. Sedangkan untuk urusan pengemasan, Serabi Notosuman memberikan sedikit inovasi dengan menggulung serabi dan membungkusnya menggunakan daun pisang.
BACA JUGA:
- Kue Tradisional Indonesia, Menjaga Warisan Budaya dalam Setiap Kelezatannya
- Cukup 1 Telur Tapi Lembut, Ini Resep Adonan Kue Cubit Tanpa Mixer, Camilan Enak untuk Anak-anak
Serabi Notosuman yang sudah dibungkus daun pisang aromanya akan jadi lebih sedap dan mudah disantap karena tak mengotori tangan. Sebagai makanan khas, Serabi Notosuman menempati posisi penting dalam kehidupan masyarakat Solo.
Perkembangan Serabi Notosuman dari Generasi ke Generasi
Generasi ke-1 (1923-1955)
Serabi Notosuman pertama kali dirintis pada tahun 1923 oleh Ny. Hoo Ging Hok. Usaha Serabi ini dikelola bersama suaminya Tan Giok Lan. Awalnya Serabi Notosuman lahir dari ketidaksengajaan.
Menurut Hoo Khik Nio, anak dari Ny. Hoo Ging Hok dan Tan Giok Lan, pada awal mulanya, orang tua Hoo Khik Nio adalah pembuat serabi pertama kali di Kota Surakarta.
Itu terjadi tanpa disengaja, awalnya tetangga meminta dibuatkan apem untuk selamatan. Karena apem yang dibuat Ny. Hoo Ging Hok enak, tetangganya memesan kembali. Dari situlah Ny. Hoo Ging Hok awalnya berjualan apem.
Suatu hari, ada seorang pelanggan minta dibuatkan apem yang bentuknya lebih pipih. Lantaran bentuknya yang beda, pelanggan itu menyebutnya serabi. Sejak itulah makanan apem pipih itu dikenal dengan nama serabi.
BACA JUGA:
- Simak 5 Resep Kue Terlezat Yang Mudah Dibuat, Renyah Dan Praktis
- Kreasi Ide Camilan Kue Cubit Yang Lembut Dan Lumer Di Mulut, Coba Yuk!
Di luar dugaan, serabi justru lebih digemari ketimbang apem. Hingga akhirnya orang tua Hoo Khik Nio beralih menjadi pengusaha serabi yang cukup laris.
Ny. Hoo Ging Hok sering mendapat pesanan dari Keraton Kasunanan Surakarta untuk membuat apem yang digunakan untuk acara ruwahan.
Kemudian atas inisiatif sendiri, pinggiran apem tersebut diberi bingkai (pinggiran). Jadi bentuknya sudah tidak seperti apem, tapi seperti bentuk serabi yang dikenal saat ini.
Ternyata tanggapan masyarakat Surakarta kala itu cukup bagus. Mereka menyukai apem kreasi Ny. Hoo Ging Hok. Karena itulah, dia menekuni usaha itu hingga pindah tempat tiga kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: