Misteri Penerapan Darurat Militer, Sudah Amankah Korsel?

Rabu 04-12-2024,09:01 WIB
Reporter : Dimas Satriyo
Editor : Dimas Satriyo

Sementara itu, Lee Jae-myung selaku pemimpin Partai Demokrat yang merupakan partai oposisi terbesar di negara itu, meminta anggota parlemen dari partainya untuk berkumpul di parlemen guna menolak deklarasi tersebut.

Ia juga meminta warga sipil Korea Selatan untuk hadir di parlemen sebagai bentuk protes.

BACA JUGA:Wapres Gibran Apresiasi Eratnya Hubungan Bilateral Indonesia-UEA

"Tank, kendaraan lapis baja, serta tentara yang dilengkapi senjata api dan pisau akan menguasai negara ini... Para warga negara sekalian, silakan datang ke Majelis Nasional.”

Ribuan orang mematuhi seruan itu. Mereka bergegas berkumpul di luar gedung parlemen yang dijaga ketat. Para pengunjuk rasa meneriakkan: "Tidak ada darurat militer!" dan "hancurkan kediktatoran".

 

Media lokal yang menyiarkan dari lokasi itu memperlihatkan ketegangan antara pengunjuk rasa dan polisi di gerbang gedung parlemen. Namun, ketegangan tidak meningkat menjadi aksi kekerasan.

Para anggota parlemen kemudian melewati barikade—bahkan memanjat pagar untuk mencapai ruang tempat pemungutan suara.

Sesaat setelah pukul 01.00 dini hari pada Rabu (04/12) atau pukul 23.00 WIB Selasa (03/12), sebanyak 190 dari 300 anggota parlemen menolak darurat militer. Dekrit darurat militer Presiden Yoon dinyatakan tidak sah.

BACA JUGA:Prabowo Resmi Tetapkan UMP 2025 Jadi 6,5 Persen, Ketum Apindo Heran

Apa itu darurat militer?

Darurat militer adalah ketika militer menjadi penanggung jawab pemerintahan untuk sementara, tatkala otoritas sipil dianggap tidak dapat berfungsi.

Terakhir kali darurat militer dideklarasikan di Korea Selatan adalah pada 1979, ketika diktator militer Park Chung-hee dibunuh dalam sebuah kudeta.

Darurat militer tidak pernah diberlakukan lagi sejak Korsel menjadi negara demokrasi parlementer pada 1987.

 

Di bawah darurat militer, kekuasaan diberikan kepada militer dan sering kali ada penangguhan hak-hak sipil bagi warga negara. Hal-hal mendasar pada supremasi hukum pun turut ditangguhkan, seperti larangan protes dan larangan aktivitas terhadap anggota parlemen serta kelompok politik.

Kategori :