Masih kata Juniarso, yang kemudian jadi permasalahan yakni sarana prasarana. Dan ia akui, tidak semua wilayah sudah terbangun akses jalan atau drainase.
“Ya jadi ada memang satu kawasan jalannya sudah ada dan ada juga yang belum. Kemudian juga drainase saluran, penggelontoran. Ada kalanya ada permohonan untuk dibangun rumah tetapi disana belum dibangun jalan dan drainase kan ini sulit. Karena jalan dan drainase harus dibangun pemerintah sebetulnya tapi kalau untuk kepentingan pengembang perumahan nanti si pengembang ini menyediakan baik itu jalan, drainase, taman lingkungan dan sebagainya,” bebernya.
Kadaluarsa PBG sendiri kata Juniarso, sebenarnya harus diperbaharui setiap melakukan pembangun terutama bila berubah semisal menambah lantai dari pembangunan awal.
Namun perlu diingat berdasarkan tata ruang peruntukan rumah tinggal tidak bisa digunakan usaha. Karena jika tidak sesuai peruntukan maka ijin susah keluar.
Lebih jauh kata Juniarso, diperlukan juga pendampingan online atau sistem digital untuk masyarakat saat mengajukan PBG. Sedang untuk offline jangan ada kontak dengan petugas karena bisa menjadi masalah.
Selain kendala-kendala tersebut, Juniarso menyayangkan sejak perda ini kepastian hukum atau tindak lanjut surat bukti kepemilikan gedung ini belum ada yang terbit.
“Perda perlu ada tindak lanjut, perincian, breakdown dari perda itu berupa perwal, supaya pengaturan teknis ada panduannya penilik bangunan auditor belum ada,” tutupnya.