JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Ratusan ribu kosmetik ilegak diamankan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta Satgas Pengawasan Barang Tertentu.
Penyitaan dilakukan usai melakukan operasi penindakan dan intensifikasi pengawasan di berbagai wilayah Indonesia sejak Juni hingga September 2024, pihaknya telah mengamankan sebanyak 415.035 pieces dari 970 item produk kosmetik impor ilegal.
Kosmetik-kosmetik tersebut diketahui tidak memiliki izin edar dan mengandung bahan yang dilarang, mayoritas di antaranya berasal dari Tiongkok, Filipina, Thailand, dan Malaysia dengan nama Lameila, Brilliant, Balle Metta, dan masih banyak lagi.
Temuan 45 kasus kosmetik impor ilegal tersebut didapatkan di 23 lokasi di seluruh Indonesia, meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, hingga Papua.
Terungkap bahwa kerugian ekonomi akibat adanya produk kosmetik impor ilegal tersebut mencapai Rp11,446 miliar.
BACA JUGA:
"Terhadap hasil temuan kosmetik impor ilegal yang telah diamankan akan dilakukan pemusnahan. Ini langkah yang kami lakukan untuk melindungi masyarakat dari risiko peredaran produk kosmetik ilegal," ujar ungkap Kepala BPOM RI Taruna ikrar pada konferensi pers di Jakarta, 30 September 2024.
Selain itu, pihaknya juga akan menindaklanjuti temuan tersebut dengan mengacu pada Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Menteri Perdagangan RI Zulkifkli Hasan menyoroti dampak dari maraknya kosmetik ilegal ini.
Pasalnya, kosmetik merupakan salah satu komoditi yang tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Bahkan, lebih dari 50 persen produk yang didaftarkan di BPOM selama 5 tahun terakhir adalah kosmetik.
BACA JUGA:
Adapun 70 persen produk kosmetik dari seluruh nomor izin edar yang terdaftar BPOM adalah produk lokal, sedangkan sisanya merupakan produk impor.
"Kira-kira 4-5 bulan yang lalu dari pelaku usaha, mereka hampir kewalahan menghadapi serbuan produk-produk yang datang tanpa izin dari BPOM, tanpa izin dari instansi terkait lainnya," ungkap Zulhas.