Pada Mei 1971 saat berkunjung ke kantor Bea Cukai Tanjung Priuk, Ali melihat banyak pegawai yang tak becus bekerja. Selain itu, dia mendengar bahwa mereka terlibat dalam kasus penyelundupan barang.
Bagi Ali, situasi ini tak dapat dibenarkan dan membuat geram.
BACA JUGA:Curhatan Cakra Khan yang Didenda Bea Cukai Rp21 Juta Usai Beli Jaket Impor Seharga Rp6 Juta
BACA JUGA:Beli Jaket Impor Rp6 Juta Didenda oleh Bea Cukai Jadi Rp21 Juta, Cakra Khan: Garelo Siah!
Padahal, pegawai bea cukai termasuk kelompok pegawai dengan gaji tinggi. Saat itu, mereka baru mendapat kenaikan gaji hingga 9x gaji.
Meski begitu, kenaikan tersebut terbukti tak membuat mereka berubah.
Akibat bertindak korupsi, seperti diutarakan Majalah Media Keuangan (2019), ekonom Emil Salim menyebut para pegawai bea cukai bisa kaya raya hingga tujuh keturunan.
Berbagai kebijakan untuk mengubah kebiasaan tersebut seperti mutasi dan hukuman telah dilakukan Ali Wardhana.
Namun, hasilnya nihil. Korupsi dan penyelewengan terus terjadi. Akibat permasalahan sudah menutupi bea cukai, Ali mengambil jalan terakhir: pembubaran.
BACA JUGA:Sempat Viral di Media Sosial Karena Laporan Bea Tak Wajar, Saatnya Paham Tentang Bea Cukai
Pada 1983, ketika menjabat sebagai Menko Ekonomi, Ali mengusulkan ke Presiden Soeharto untuk menutup Bea dan Cukai. Presiden setuju dan merealisasikan itu dua tahun kemudian.
Peran Bea dan Cukai lantas digantikan oleh Société Générale de Surveillance (SGS) dari Swiss.
Selama penutupan Bea dan Cukai, permasalahan besar tersebut langsung sirna.
Prosedur ekspor impor menjadi lebih mudah, biaya logistik menurun, dan penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai melonjak tinggi.