Kadiman juga menjelaskan, pada masa itu bangunan rumah di Desa Betai terdiri dari kayu dan bata. Ketika transmigrasi, bagian rumah yang terbuat dari kayu dijual, sehingga menyisakan bentuk bangunan bata seperti yang terlihat sekarang.
Bangunan di Desa Betai rata-rata seperti rumah panggung dengan jarak dari tanah adalah setinggi perut, namun sekarang banyak tertimbun sedimentasi, sehingga yang terlihat hanya setinggi lutut.Kini Desa Betai menjadi tempat wisata ketika waduk kering.
Kadiman sering melihat beberapa keluarga yang kerap mengunjungi tempat ini setiap tahunnya. "Mungkin mengenang dan mencari tempat tinggalnya dulu," terang Kadiman.
Munculnya Makam Kuno
Sebelum munculnya Desa Betai akibat waduk mengering, deretan makam kuno terlebih dahulu terlihat.
Komplek pemakaman yang terlihat di tengah waduk tersebut, masuk dalam wilayah kelurahan Wuryantoro, Kecamatan Wuryantoro. Jarak pemakaman tersebut sekitar 200 meter dari pemukiman Desa Betai.
Beberapa batu nisan terlihat masih utuh, namun tulisan diatasnya sudah mulai memudar termakan waktu dan air.
Salah satu yang masih dapat terihat jelas terbaca adalah "Kasunawi, Jumat Kliwon 16.7.71".***