Sikap DPN ABDSI terhadap Penerbitan PP 47 Tahun 2024

Sikap DPN ABDSI terhadap Penerbitan PP 47 Tahun 2024

Sikap DPN ABDSI terhadap Penerbitan PP 47 Tahun 2024--

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Ketua Umum Asosiasi BDS Indonesia, Cahyadi Joko Sukmono, mengapresiasi langkah pemerintah dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2024 yang berfokus pada pemutihan atau penghapusan kredit macet UMKM, sektor pertanian, dan perikanan.

Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor tersebut dengan menghadirkan kelegaan finansial yang selama ini menjadi beban bagi mereka.

Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM di Indonesia menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan 97% dari total lapangan pekerjaan, meski sering terhambat dalam akses ke modal dan pasar.

Dari sisi dampak ekonomi, kebijakan ini diperkirakan dapat meningkatkan kontribusi sektor UMKM terhadap PDB sebesar 5-10% dalam beberapa tahun ke depan, seiring terbukanya akses bagi pelaku usaha kecil untuk bermitra dengan usaha besar.

BACA JUGA:

Peraturan ini juga dapat menciptakan rantai pasok yang lebih kuat antara sektor besar dan UMKM, yang akan mendorong inklusi ekonomi serta pengembangan ekosistem bisnis yang lebih sehat di berbagai daerah.

Namun, ada beberapa tantangan serius yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah risiko "moral hazard" yang mungkin muncul jika kebijakan ini tidak diawasi dengan ketat.

Sejumlah pihak bisa saja menyalahgunakan kemudahan yang diberikan oleh kebijakan ini, seolah-olah pelaku usaha merasa bahwa ke depan akan kembali dibantu kebijakan pemerintah seperti ini, yang pada akhirnya dapat merugikan pelaku UMKM, petani, dan nelayan skala kecil.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 50% petani di Indonesia merupakan petani kecil yang rentan terhadap perubahan harga dan kurangnya akses teknologi. Hal ini memperkuat kebutuhan akan pengawasan yang konsisten serta perencanaan yang matang untuk memastikan bahwa kelompok kecil tetap terlindungi.

BACA JUGA:

Penyediaan pendampingan edukasi keuangan menjadi sangat penting untuk meningkatkan literasi keuangan di kalangan pelaku UMKM, petani, dan nelayan. Dengan adanya edukasi dan pendampingan, para pelaku usaha diharapkan mampu mengelola modal dengan lebih bijak dan efektif, sehingga risiko kredit macet bisa diminimalisir.

Implementasi yang tidak mudah, selain membawa resiko pada keuangan negara, juga tantangan kesiapan tim pelaksana di pemerintahan maupun perbankan harus dipersiapkan dengan matang.

Sesungguhnya selain penghapusan kredit macet, kendala dalam akses pembiayaan juga perlu mendapat perhatian. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) pada segmen UMKM masih berada pada angka 4-5%.

Tingginya NPL pada segmen ini menunjukkan bahwa banyak UMKM yang kesulitan dalam memenuhi kewajiban kreditnya, yang dapat menghambat peluang mereka untuk mendapatkan pinjaman baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: