Bongkar Mitos Hari Baik untuk Membangun Rumah dalam Islam, Begini Penjelasan Ulama
Membongkar Mitos Hari Baik Membangun Rumah dalam Islam--Foto: ideogram.ai
Namun, tidak jarang masyarakat mencari tips untuk mengatasi tantangan pembangunan dan renovasi rumah saat musim hujan.
Meskipun tradisi menentukan hari baik masih dipegang teguh oleh masyarakat Jawa, namun bagaimana pandangan dalam Islam?
BACA JUGA:
- 7 Musisi Religi Islam Asli Indonesia, Nomor Berapa Favorit Anda
- Begini Pandangan Islam Soal Budaya dan Tradisi Berkekuatan Hukum
Pertanyaan sering muncul, misalnya tentang kebolehan memulai pembangunan rumah di bulan Safar, atau tentang bulan yang dianggap baik untuk memulai pembangunan pondasi rumah menurut ajaran Islam.
Beberapa masih mempercayai mitos seputar pembangunan rumah pada awal bulan Safar, Muharram, dan Rajab yang diyakini dapat membawa musibah, seperti yang dilansir oleh laman Kumparan.com.
Ada juga pandangan bahwa hanya tiga bulan dalam Islam yang dianggap baik untuk memulai pembangunan rumah, yaitu Rabiul Awal, Jumadil Awal, dan Dzulhijah, yang dipercaya membawa berkah.
Namun, ulama menyatakan bahwa dalam Islam, semua hari dianggap baik dan tidak ada perbedaan yang signifikan di antara mereka.
Menurut laman NU.or.id, ajaran agama Islam menyatakan bahwa tidak ada konsep hari baik atau buruk dalam konteks membangun rumah.
BACA JUGA:
- Pencerahan Jelang Lebaran: Apa Saja Jeniz Zina Dalam Islam? Mari Pahami Satu Per Satu!
- Salah Satu Pilihan Tepat di Liburan Ramadhan! Masjid Tazkia Islamic Center, Tempat Wisata Religi di Sentul
Dalam Islam, tidak ada larangan atau pantangan terkait pemilihan hari untuk memulai proyek pembangunan.
Mencari hari yang dianggap baik bisa menjadi tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam karena dapat dianggap sebagai bentuk musyrik atau khurafat.
Bagaimana pandangan ulama terhadap hal ini dari sudut pandang tauhid?
Apakah hal ini dianggap sama dengan tindakan syirik atau menempatkan sesuatu sebagai sekutu Allah SWt?
Syekh Burhanuddin bin Firkah mengutip penjelasan Imam Syafi’i.
إِن كَانَ المنجم يَقُول ويعتقد أَن لَا يُؤثر إِلَّا الله لَكِن أجْرى الله تَعَالَى الْعَادة بِأَنَّهُ يَقع كَذَا عِنْد كَذَا والمؤثر هُوَ الله فَهَذَا عندى لَا بَأْس بِهِ وَحَيْثُ جَاءَ الذَّم ينبغى أَن يحمل على من يعْتَقد تَأْثِير النُّجُوم وَغَيرهَا من الْمَخْلُوقَات انْتهى
Artinya: “Apabila ahli nujum itu berkata dan meyakini bahwasanya tidak ada yang dapat memberi pengaruh [baik-buruk] selain Allah, hanya saja Allah menjadikan kebiasaan bahwa terjadi hal tertentu di waktu tertentu sedangkan yang dapat memberi pengaruh hanyalah Allah semata, maka ini menurutku tak mengapa. Celaan yang ada terhadap hal ini seyogyanya dibawakan dalam konteks apabila diyakini bahwa bintang-bintang itu atau makhluk lainnya bisa memberikan pengaruh [baik-buruk].”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: