Prof Romli: Jawaban Termohon Sangat Normatif, Tidak Memperhatikan Kualitas Alat Bukti Sidang Perdana Praperadilan Firli Bahuri

 Prof Romli: Jawaban Termohon Sangat Normatif, Tidak Memperhatikan Kualitas Alat Bukti Sidang Perdana Praperadilan Firli Bahuri

Semua itu sebagaimana yang di maksud dalam pasal 12 e atau pasal 12 B atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-undang) Tipikor, ''kata prof Romli Atmasasmita dalam keterangan tertulisnya kepada RadarPena. 

Berkaitan dengan bukti foto pertemuan mantan Mentan SYL dengan Firli, Romli menyampaikan bahwa dalam hal ini penyidik Polda Metro Jaya tidak memperhatikan UU ITE dalam penggunaan alat bukti elektronik.

Dengan begitu kata Romli alat bukti itu, bisa menjadi tidak sah dan secara materiil tidak membuktikan adanya pemerasan, gratifikasi atau suap. 'Itu hanya menunjukkan SYL dan temannya menemui Firli Bahuri, ''ungkapnya.

Dengan memperhatikan jawaban termohon yang tidak menguraikan satu alat bukti yang menunjukkan adanya actus rea maupun mens rea sebagaimana dimaksud pasal 12 e atau pasal 12 B atau pasal 11 UU Tipikor, maka perkara ini dapat dihentikan di praperadilan dan tidak perlu dilimpahkan dalam persidangan pokok perkara. 

Jawaban Kapolda Metro Jaya Irjenpol Karyoto dalam sidang Praperadilan tersebut secara tidak langsung mengakui bahwa memang tidak ada satupun saksi yang melihat dan mendengar langsung atas dugaan itu. 

Pihak Polda Metro Jaya, hanya mendasarkan kepada bukti petunjuk saja, berupa foto pertemuan SYL dan Firli Bahuri, resi penukaran valas dan saksi tidak melihat, mendengar, mengetahui atau mengalami langsung tindak pidana pemerasan yang disangkakan. Seperti ada dalam pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP terkait keterangan menjadi hal pokok dalam pembuktian. Tidak ada suatu peristiwa pidana tanpa saksi. Bahkan keterangan saksi ini sangat penting sehingga ada isitilah Unus testis nulls testis, satu saksi bukan saksi.

Dalam pasal 184 KUHAP keterangan saksi diposisikan sebagai yang pertama sebagai alat bukti yang sah.  Jika tidak ada saksi , maka sesungguhnya tidak ada alat bukti, maka penetapan tersangka tidak sah. 

Lanjut Romli berdasarkan informasi dari berbagai media , ditemukan awal mula dibuatnya laporan polisi berdasarkan adanya laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat (Dumas) pada tanggal 12 Agustus 2023.  Tetapi tidak jelas siapa pelapor atau pengadu dalam kasus dugaan pemerasan tersebut. 

Pada sisi lain perkara yang menetapkan Firli Bahuri menjadi tersangka tidak menguraikan tentang awal terjadinya perkara, yaitu perkara DJKA tanggal 12 April 2023 yang sudah ada beberapa orang yang ditetapkan KPK menjadi tersangka, Demikian Prof. Romli Atmasasmita. 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: