Tolak Ukur Kesuksesan BDS, Ekonomi Israel Terancam Ambruk
Jakarta,Radarpena.co.id - Perang Israel - Palestina kian hari kian memanas, pihak Israel semakin memborbardir Palestina tanpa ampun. Atas dasar itu sejumlah kelompok bahkan negara merespon dengan meminta Israel mengehentikan serangannya terhadap Palestina.
Hampir di seluruh dunia mengadakan aksi unjuk rasa membela Palestina, nyatanya akibat dari serangan Israel sudah banyak korban jiwa yang meninggal dunia. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa, kehilangan sanak saudaranya. Tidak hanya itu, tempat ibadah dan beberapa tempat penting seperti rumah sakit dan sekolah ikut dihancurkan.
Atas dasar itu, sebagai bentuk kepedulian terhadap warga Gaza sejumlah pihak khususnya Indonesia mengambil langkah tegas untuk memberi dukungan. Salah satu yang dilakukan di Indonesia adalah dikeluarkan Fatwa dari MUI mengenai pemboikotan produk-produk Israel dan juga brand yang mendukung Israel.
- BACA JUGA:
- Pemerintah Minta Hati-hati Sikapi Fatwa MUI soal Boikot Produk Israel, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Merugikan Banyak Pihak!
- Buntut Ajakan Boikot Produk Israel, Website MUI Diobrak-abrik Hacker, Konten Porno hingga Judi Online Tampil di Halaman Utama!
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Nomor 83 tahun 2023, berisi hukum dukungan terhadap Palestina. Dalam fatwa ini tertuang bahwa mendukung perjuangan Kemerdekaan Palestina atas agresi Israel, hukumnya wajib. Sebaliknya mendukung Israel hukumnya haram.
Sebagai bentuk dukungan Indonesia terhadap Palestina, masyarakat diminta untuk melakukan boikot pada produk Israel ataupun gerakannya yang disebut dengan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi).
Pada realisasinya, banyak beberapa pihak mempertanyakan terkait aksi BDS ini. Dimana mereka mempertanyakan apakah berpengaruh terhadap agresi Israel zionis di tanah konflik.
Namun dilaporkan yang menyebut bahwa gerakan aksi BDS ini mendapat hasil. Sebab, gegara aksi boikot yang dilakukan oleh Indonesia dan sejumlah negara yang mendukung Palestina membuat perekonomian Israel melemah bahkan ambruk.
Di Indonesia sendiri, beberapa produk dan brand yang terafiliasi oleh Israel diakui kini sudah sepi pengunjung. Meskipun masih memiliki minat, tetapi sebagai bentuk ketegasan dalam mendukung Palestina dan menolak penyerangan Israel membuat konsumen untuk membloknya.
Meskipun beberapa brand sudah menegaskan bahwa tidak ada hubungannya dengan Israel dan dibeli putus oleh Indonesia, nyatanya hal tersebut tidak mempegaruhi ataupun meluluhkan hati masyarakat Indonesia.
Berdasarkan keterangan yang dilaporkan oleh Al-Jazeera mengenai dugaan laporan kerugian terbaru yang di alami oleh negara Israel dari aksi pemboikotan ini. Merujuk pada laporan Al Jazeera pada 2018 lalu saja mengungkapkan bahwa gerakan boikot berpotensi menimbulkan kerugian hingga 11,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 180,48 triliun (asumsi kurs Rp15.694 per dolar AS) per tahun bagi Israel.
Aksi Boikot Berhasil, Ekonomi Israel Memburuk
Jika melihat dalam kondisi perang saat ini, Israel mengalami kebuntungan yang luar biasa. Hal tersebut diduga akibat aksi BDS ini usai puluhan korban jiwa sudah berjatuhan akibat serangan tersebut. Terlebih aksi boikot ini bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga dilakukan oleh beberapa negara yang tidak membenarkan aksi agresi Israel kepada Palestina.
Perlu diketahui juga, pihak Israel menyatakan bahwa aksi boikoit ini bukan hanya berpengaruh terhadap Israel tetapi juga pada Palestina. Namun, bagi sebagia pihak mengatakan bahwa pernytaan tersebut hanya untuk membuat gentar dan menghentikan gerakan ini. Sehingga mereka tidak memperdulikan dan tegas melakukan aksi pemboikotan produk Israel sampai perang Israel-Palestina dihentikan.
- BACA JUGA:Terungkap! Sumber Dana Perang Israel di Gaza Ternyata dari Utang, Totalnya Ratusan Triliun Rupiah, Siapa yang Mendanai?
- BACA JUGA:Kesepakatan Hamas dan Israel Terkait Pembebasan Sandera Kian Dekat
The Jerusalaem Post memberitakan, organisasi non-profit yang berada di Washington, AS, Brookings Institution mengungkapkan bahwa gerakan BDS tidak akan secara drastis mempengaruhi Israel.
Hal itu dijelaskan bahwa sekitar 40 persen ekspor Israel adalah barang "Intermediet" atau produk tersembunyi yang digunakan dalam proses produksi barang di ditempat lain, seperti semikonduktor. Dan kurang lebih 50 persen dari ekspor Israel adalah barang "Diferensiasi" atau barang yang tidak dapat digantikan. Seperti layaknya Chip komputer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: