JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Negara-negara anggota BRICS diancam Presiden Amerika terpilih Donald Trump.
Donald Trump mengancam mengenakan tarif impor 100 persen bila negara-negara BRICS tetap berniat membuat mata uang sendiri untuk menggantikan mata uang dollar AS.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut Trump hanya berkedok ancam BRICS karena ingin mengeluarkan mata uang baru.
Padahal alasan utama nya untuk melakukan proteksi perlindungan pasar dalam negeri AS.
"Jelas gertakan Trump ini melebihi masalah mata uang baru dibawah kendali BRICS. Negara-negara anggota BRICS merupakan negara penyumbang defisit perdagangan dengan AS," kata Bhima kepada radarpena.co.id grup disway.id Rabu 4 Desember 2024.
BACA JUGA:
- Kinerja Pemerintahan Presiden Prabowo: Indonesia sebagai Mitra BRICS Untungkan Ekonomi Negara
- Dampak Kemenangan Trump Ganggu Perekonomian Indonesia, Ekonom: Saat Tinggalkan Amerika Beralih ke BRICS
Wajar Trump bersikap kritis terhadap BRICS, dan menjadikan mata uang sebagai alasan utama," tambahnya.
Para pemimpin negara-negara anggota BRICS--instagram
Padahal secara praktik kata Bhima, pembuatan mata uang bersama bukan hal mudah.
Struktur ekonomi negara BRICS berbeda, neraca pembayaran juga berbeda, belum soal cadangan devisa nya.
Misalnya China dan India yang masing-masing memiliki cadangan devisa sebesar US$3.316 triliun dan USD700 miliar.
Sementara Indonesia cadangan devisa nya USD151,2 miliar. Jika cadangan devisa masing-masing anggota BRICS terpaut jauh, sulit wujudkan mata uang bersama.
BACA JUGA:
- Mengomentar Keanggotaan BRICS, Ketua Kadin Anindya Bakrie Sebut Indonesia Bebas Aktif
- Jadi Anggota BRICS, Ekonom CELIOS: Fiks Indonesia Bergantung pada China
"Selain itu rasio utang China tercatat 287,8 persen sementara Indonesia 38,6 persen. Kalau terlalu lebar disparitas kekuatan moneter dan fiskal nya, mata uang bersama BRICS akan berisiko memicu inflasi di Indonesia," tutur Bhima.
"Ya paling mungkin adalah Local Currency Settlement (LCS) atau transaksi bilateral antara yuan dengan rupiah yang saat ini ada diperbesar volume nya. Sekedar itu tidak lebih," tambahnya.