Mengenal Mark-up dan Phantom Billing: Modus Rumah Sakit Akali Klaim BPJS Kesehatan

Jumat 02-08-2024,07:49 WIB
Reporter : Viza Aulia Zahra
Editor : Dimas Satriyo

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas korupsi di sektor kesehatan. 

KPK baru-baru ini mengungkap kasus fraud (tipu-tipu) di tiga rumah sakit besar yang merugikan negara dengan jumlah kerugian mencapai Rp35 miliar. 

Tindakan ini menunjukkan bahwa korupsi dalam pelayanan kesehatan masih menjadi tantangan serius yang harus diatasi.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi "Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN" di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu 24 Juli 2024 lalu.

"Ada tiga yang kita dapat itu dari audit atas klaim BPJS dibawa ke tim ini dan kita bilang bahwa ini serius fraudnya,” kata Pahala.

Adapun ketiga rumah sakit yang diduga terlibat dalam kasus fraud yakni dua rumah sakit di Sumatera Utara (Sumut) dan satu rumah sakit di Jawa Tengah (Jateng). 

Dalam temuannya, KPK menduga ada dua modus fraud yang dijalankan. Pertama, mark-up nilai klaim dengan diagnosa medis yang tidak sesuai dan dilebih-lebihkan oleh pihak rumah sakit. 

Kedua, phantom billing atau klaim palsu atas layanan yang tidak pernah diberikan.

"Dari tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus, tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis. Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi, tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis. Jadi kita bilang 3.269 ini sebenarnya fiktif,” terang Pahala.

"Tiga rumah sakit ini juga melakukan phantom billing, artinya mereka merekayasa semua dokumen, yang satu ada di Jateng sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumut, itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar itu hasil audit atas klaim dari BPJS kesehatan,” sambungnya.

Pahala enambahkan, dari tiga rumah sakit tersebut juga ditemukan menggunakan nama peserta BPJS yang tidak pernah berobat untuk melakukan klaim.

"Pasien enggak ada, terapinya enggak ada, tapi dokumennya semua dibikin sedemikian, sehingga seakan-akan dia mengklaim untuk orang yang ada dengan terapi segala macam. Itu yang kita bilang phantom billing itu," ujar Pahala.

Temuan ini pun segera disampaikan ke pimpinan KPK dan mereka memutuskan untuk melakukan penindakan terhadap ketiga rumah sakit. 

"Nanti urusan siapa yang ambil, apakah kejaksaan yang lidik atau KPK, itu nanti diurus sama pimpinan KPK," ujarnya.

KPK pun memberi waktu enam bulan kepada seluruh rumah sakit yang melakukan fraud agar mengaku dan mengoreksi klaim mereka.

Kategori :