JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan mengusulkan pelarangan iklan produk tembakau di berbagai media, dalam upaya untuk memperketat regulasi terkait produk tembakau.
Dewan Periklanan Indonesia (DPI) selaku konsorsium yang membawahi berbagai asosiasi di bidang periklanan dan idustri kreatif menyatakan penolakan atas pasal-pasal pelanggaran iklan, promosi dan sponsorship produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah RPP Kesehatan sebagai aturan pelaksana undang-undang Kesehatan Nomor 17 tahun 2023.
Hal tersebut, disampaikan langsung oleh M Rafiq ketua dewan periklanan Indonesia (DPI) dalam konferensi pers penyataan sikap DPI terhadap larangan iklan, promosi dan sponsorship produk tembakau pada RPP Kesehatan di Jakarta pada Selasa 28 Mei 2024.
“Kami sudah bersurat kepada pemerintah sebagai inisiator regulasi namun tidak mendapatkan respon apapun hingga saat ini,” ujar Rafiq.
BACA JUGA:
- Penggolongan SIM C untuk Kendaraan Bermotor Siap Diterapkan, Pahami Syarat dan Ketentuannya
- Wawancara Eksklusif Try Sutrisno Jelang Hari Lahir Pancasila: Tantangan, Pandangan hingga Eksistensi BPIP
Dengan mempertimbangkan besarnya dampak yang berpotensi muncul pada Beleid tersebut, Rafiq bersama para anggota konsorsium DPI menuangkan permohonan dan masukannya kepada Joko Widodo presiden untuk meninjau ulang pasal-pasal pelarangan iklan, promosi dan sponsorship produk tembakau di RPP kesehatan.
Lebih dari itu, ia juga minta agar regulasi tersebut tidak disahkan tanpa adanya pelibatan DPI sebagai perwakilan dari industri periklanan dan kreatif.
“Rencana aturan yang masih menuai volume itu nantinya dapat menghambat pengembangan industri ekonomi kreatif yang telah menjadi komitmen kuat bagi pemerintahan saat ini dan pemerintahan selanjutnya dibawah Prabowo-Gibran presiden dan wakil presiden,” tegasnya.
"Rencana aturan yang masih menuai polemik ini nantinya dapat menghambat pengembangan industri ekonomi kreatif, yang telah menjadi komitmen kuat baik bagi pemerintahan saat ini dan pemerintahan selanjutnya di bawah Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran," ujarnya.
Rafiq mengatakan, iklan rokok sudah diatur dalam berbagai pengaturan yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Selain itu, ada juga Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 guna memastikan komunikasi yang ditujukan oleh produsen hanya menjangkau konsumen dewasa (berusia 18 tahun ke atas). Ia mengatakan terdapat rambu-rambu tentang iklan rokok telah diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Seluruh peraturan dan ketentuan tersebut telah dipatuhi secara disiplin oleh pelaku industri kreatif.
BACA JUGA:
- Update Harga Pangan Hari Ini 29 Mei 2024 di Berbagai Wilayah, Beras dan Minyak Goreng Curah Turun
- Jelang Puncak Haji, Simak 4 Imbauan Kemenag untuk Jemaah Lansia
"Sebelum pandemi, tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif mencapai sekitar 1 juta orang, pasca-pandemi tersisa 750.000 orang. Jika pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau ditetapkan di RPP Kesehatan, maka kami khawatir angka tenaga kerja tersebut bisa kembali merosot,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rafiq mengatakan, apabila RPP Kesehatan tersebut disahkan, maka industri televisi akan kehilangan pendapatan sekitar Rp 9 triliun per tahun lantaran tak bisa bekerja sama dengan perusahaan rokok.
"Begitu juga di radio akan kehilangan kue iklan cukup besar, teman-teman di Indonesia Digital Association, dan teman-teman di perusahaan periklanan Indonesia," ucap dia.