JAKARTA, RADARPENA.CO.ID – Pengamat Pertanian sekaligus Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai, terjadinya kenaikan harga beras sejak awal 2024 lantaran jumlah pasokan untuk domestik sedang terbatas.
“Produksi beras domestik memang lagi terbatas. Kira-kira sampai April,” ujar Khudori saat diwawancarai Disway Grup, Minggu, 25 Februari 2024.
Khudori juga menambahkan, hal ini menjadi lebih krusial karena pada Maret 2024 memasuki bulan Ramadhan dan April sudah Idul Fitri.
BACA JUGA:Menguak Kelangkaan Beras Premium di Swalayan, HET Diduga Jadi Biang Keroknya?
BACA JUGA:7 Cara Menurunkan Risiko Serangan Jantung
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi beras Januari hingga Februari 2024 masih kurang untuk menutupi kebutuhan saat ini.
“Produksi dua bulan itu masih kurang 2,8 juta ton, untuk menutupi kebutuhan konsumsi di dua bulan tersebut,” ujarnya.
Diperkirakan, produksi pada maret akan besar sehingga mampu menutupi surplus sebesar 0,97 juta ton beras. Namun, surplus ini akan dipastikan jadi rebutan banyak pihak.
Selain itu, menurut Khudori harga gabah di pasar sedang tinggi.
BACA JUGA:Cegah DBD, Masyarakat Perlu Perhatikan 4 Faktor Berikut Ini
BACA JUGA:Manchester United Kalah 2-1 atas Fulham, Erik Ten Hag: Kami Sudah Lakukan yang Terbaik!
“Info dari Jatim misalnya, harga antara Rp 8.400 per kilogram sampai Rp 8.800 per kilogram gabah kering panen. Dan untuk jadi beras harganya antara Rp 15.850 hingga Rp 16.600 per kilogram,” pungkasnya.
Sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium jauh di bawah, yaitu Rp 13.900 per kilogram.
Hal inilah yang membuat para pedagang beras dan penggilingan padi menjerit.
Strategi Pemerintah Stabilkan Harga Beras