Sengketa Pertama di WTO, Indonesia Vs Uni Eropa Soal Baja Nirkarat

Rabu 27-12-2023,15:20 WIB
Reporter : Marta Saras
Editor : Lebrina Uneputty

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Uni Eropa menuduh produk baja nirkarat/stainless steel Indonesia mendapat subsidi dari pemerintah China, namun tidak ada bukti yang kuat atas

Ini menjadi kasus sengketa pertama di dunia dalam sejarah pembentukan World Trade Organization (WTO).

Terkait tuduhan tersebut, Uni Eropa kemudian menggunakan tambahan bea masuk anti dumping (BMAD) dan Countervailing Duties atau bea masuk penyeimbang (BMP) atas lempeng baja canai dingin nirkarat atau stainless steel cold-rolled flat (SSCRF) Indonesia.

Indonesia secara resmi telah mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa terkait dengan pengenaan BMAD baja nirkarat tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

BACA JUGA:

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional Kementerian Perdagangan Bara Krishna Hasibuan menilai transnational subsidies atau subsidi transnasional sebetulnya juga tidak bertentangan dengan ketentuan WTO, yang dinamakan dengan agreement on subsidies and countervailing measures.

Bara menambahkan gugatan dilayangkan karena perlakuan Uni Eropa tersebut merugikan Indonesia. P

asalnya, belakangan ini permintaan ekspor baja ke Eropa sedang meningkat.

Ia mengatakan dengan adanya BMAD dan BMP, kerugian yang dialami Indonesia dalam setahun bisa mencapai 40 juta euro atau Rp569,1 miliar.

"Kita sudah ajukan secara resmi," ungkap Bara.

Oleh sebab itu, Bara menyebut Indonesia telah resmi menggugat Uni Eropa di WTO atas pengenaan tambahan bea masuk antidumping tersebut pada akhir November 2023.

Terlebih apa yang dituduhkan oleh Uni Eropa tersebut juga tidak mempunyai dasar bukti yang kuat.

BACA JUGA:

"Argumentasi dari Uni Eropa adalah bahwa pabrik yang dimiliki oleh investor China yang beroperasi di kawasan industri Morowali mendapatkan subsidi dari pemerintah China. Sedangkan mereka gak bisa membuktikan jenis subsidi seperti apa itu yang dikenal dengan nama transnational subsidies," dia menjelaskan.

Bara menyebut RI bisa merugi hingga 40 juta Euro atau sekitar Rp 668,8 miliar (asumsi kurs Rp 16.720 per Euro) bila peningkatan bea impor anti dumping ini diberlakukan Uni Eropa.

Kategori :