Gielbran mengungkit permasalahan kasus korupsi yang kian merajalela di masa kepemimpinan Jokowi. Misalnya, soal kasus Firli Bahuri yang tersandung dugaan kasus pemerasan saat menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era Jokowi.
Selain itu, ia juga membahas soal Revisi UU ITE yang menurutnya berpotensi membuat para aktivis dengan mudah mengalami kriminalisasi.
Terlebih saat ini, polemik soal majunya putra sulung Presiden Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto di Pemiluhan Umum (Pemilu) 2024.
Lanjutnya, belum lagi bicara soal konstitusi yang sangat ambruk. Terbukti bersalahnya hakim konstitusi di sidang MKMK sudah menjadi gerbang awal. Hal tersebut menjadi bukti bahwa empiris memang MK tidak bersifat independent.
"Belum bicara soal konstitusi yang sangat ambruk, terbukti bersalahnya hakim konstitusi di sidang MKMK itu menjadi gerbang awal, menjadi bukti empiris memang MK tidak independen," jelas Gielbran.
"Erat kelindannya dengan kedekatan personal kekeluargaan Jokowi dan Anwar Usman. Dan itu sudah terbukti. Belum lagi indeks demokrasi yang semakin merosot," lanjutnya.
Terakhir yang disampaikan Gielbran, dimana dinasti politik Presiden Jokowi diperlihatkan sangat jelas dan terpampang di depan mata masyarakat terlebih bagi para mahasiswa UGM.
Dari beberapa hal tersebutlah yang membuat momentum Gielbran Muhammad Noor menobatkan Presiden Jokowi sebagai alumnus UGM yang paling memalukan. Dengan pembuatan baliho besar dan terpajang di bundaran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
"Belum lagi bicara soal dinasti politik beliau yang secara vulgar terpampang di depan mata kita, sehingga saya rasa tadi tidak ada momentum lain selain sekarang untuk menobatkan beliau sebagai alumnus UGM yang paling memalukan," pungkas Gielbran.