BANDARLAMPUNG, RADARPENA.CO.ID - Tempat ibadah merupakan pusat spiritualitas dan refleksi bagi banyak orang di seluruh dunia.
Tempat ibadah berperan penting dalam melestarikan sejarah, budaya dan agama dalam kehidupan masyarakat.
Beberapa tempat ibadah tetap bertahan selama berabad-abad, menjadikannya tempat yang kaya akan sejarah dan kebijaksanaan.
Masjid Jami Al-Anwar merupakan tempat ibadah tertua di Bandar Lampung dan mempunyai peranan penting dalam sejarah, budaya dan kehidupan masyarakat Lampung.
Bandar Lampung, yang merupakan ibu kota Provinsi Lampung, kota yang kaya akan sejarah dan nilai budayanya yang memiliki tempat ibadah tertua.
BACA JUGA:
- Daftar 5 Klinik dan Rumah Sakit di Bandar Lampung yang Menyediakan Layanan EKG
- Berikut Jadwal SIM Keliling di Bandar Lampung Kamis 2 November 2023, Catat Waktu dan Lokasinya
Salah satu kota tertua di Pulau Sumatera ini memiliki banyak tempat ibadah dan situs sejarah yang mengungkap peninggalan sejarahnya yang panjang.
Salah satu tempat ibadah bersejarah yang menarik adalah Masjid Jami Al-Anwar masjid tertua di kota ini yang menjadi saksi perkembangan agama dan budaya masyarakat Lampung.
Masjid Jami Al-Anwar yang merupakan salah satu tempat ibadah tertua yang ada di Bandar Lampung masih kokoh sampai saat ini.
Walaupun beberapa kali harus diperbaiki, masjid Jami AL-Anwar mengalami rusak berat saat Letusan Gunung kraktau di selat sunda pada tahun 1883.
Dilansir dari beberapa sumber masjid Jami AL-Anwar sudah ada sejak 1839 dan sudah berfungsi sekitar 180 tahun yang lalu.
BACA JUGA:
- Kronologi Tawuran Antar Pelajar di Bandar Lampung yang Tewaskan Satu Siswa SMK
- Daftar Hotel di Bandar Lampung, dari Harga Rp 200 Ribuan hingga Sejutaan
Beralamatkan di Jl.Laksamana Malahayati No 100 Kel. Kangkung Kec. Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung.
Pemprov Lampung melalui Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Lampung telah menetapkan masjid ini sebagai masjid tertua di Bandar Lampung. hal ini tertuang dalam SK No Wh/2/Sk/148/1997.
Dalam catatan sejarah masjid ini dibangun oleh ulama pendatang yang berasal dari Pulau Sulawesi dari suku bugis.