Kebijakan Kontroversi Tahun 2024 Bakal Perburuk Perekonomian Indonesia Pada 2025
Pedagang pernak-pernik hamers dan parcel di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, akui pembeli sepi. Foto: Bia/Disway Group--
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Sejumlah kebijakan ekonomi yang kontroversial pada 2024 menjadi sorotan masyarakat, pelaku usaha, dan dunia internasional.
Menurut keterangan Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Unversitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta, Achmad Nur Hidayat, berbagai kebijakan yang diterapkan pada tahun 2024 tidak hanya membawa dampak signifikan pada perekonomian nasional, tetapi juga diprediksi memperburuk daya beli masyarakat kelas menengah pada 2025.
"Pada Februari, pemerintah mulai mengusulkan perubahan mekanisme subsidi bahan bakar minyak (BBM), pada bulan Maret pemerintah memutuskan untuk memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia. Di sisi lain, kabar buruk datang dari sektor tekstil. Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar Indonesia, dinyatakan pailit, yang berpotensi menyebabkan PHK massal bagi ribuan pekerja," jelas Achmad saat dihubungi oleh radarpena.co.id grup disway.id pada Sabtu 28 Desember 2024.
Dengan adanya perubahan serta penerapan kebijakan-kebijakan baru tersebut, Achmad menilai bahwa tahun 2024 ini telah menjadi salah satu tahun yang penuh tantangan dan peluang bagi perekonomian Indonesia.
BACA JUGA:
- Demo Tolak PPN 12 Persen Ricuh, Mahasiswa dan Polisi Terluka di Kepala
- Perlu Dicatat, Ini Jenis Beras yang Bakal Dikenakan PPN 12 Persen
"Dari kebijakan fiskal, perubahan mekanisme subsidi, hingga implementasi program strategis, semuanya menggambarkan upaya pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," ucap Achmad.
Sementara itu, Achmad melanjutkan, salah kebijakan yang diprediksi akan memperburuk daya beli masyarakat adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
"Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, implementasi skema subsidi berbasis nomor induk kependudukan (NIK), serta beban tambahan dari program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi tekanan baru bagi masyarakat kelas menengah," jelas Achmad.
Selain itu, kenaikan harga barang kebutuhan akibat inflasi yang berlanjut juga menjadi tantangan berat. Achmad menilai, tahun 2025 akan menjadi ujian sejauh mana pemerintah mampu mengatasi dampak kebijakan ini dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.(bianca)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: