Harga Pertalite dan Solar Disinyalir Naik Jika Subsidi Dicabut, Ekonom Minta Pemerintah Waspada
Antrian kendaraan di SPBU-Disway/Bianca Khairunnisa-
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Seiring dengan terlaksananya perencanan peralihan subsidi energi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT), muncul kekhawatiran akan kemungkinan naiknya harga BBM Pertalite dan Solar untuk mengikuti perekonomian pasar.
Menurut keterangan Ekonom energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, jika rencana ini akan benar-benar diterapkan, maka harga BBM Pertalite nantinya tidak akan jauh berbeda dengan harga Pertamax, yang berjumlah sekitar Rp 12.100 per liter.
"Tanpa subsidi, harga Pertalite tidak jauh berbeda dari Pertamax," ujar Pri Agung dalam keterangan resminya pada Senin 4 November 2024.
Sementara itu menurut Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kenaikan harga BBM seperti Pertalite dan Solar tidak hanya berdampak pada mereka yang mampu, tetapi juga pada masyarakat miskin yang tidak terjangkau oleh BLT atau mengalami kesulitan mengaksesnya.
"Meskipun kelompok miskin mungkin mendapatkan bantuan tunai untuk mengompensasi kenaikan harga, tetap saja mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk barang dan jasa lain yang dipengaruhi oleh harga BBM, karena kenaikan BBM biasanya memicu kenaikan harga barang-barang lainnya akibat meningkatnya biaya distribusi," ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Selasa 5 November 2024.
BACA JUGA:Bahlil Bocorkan: Prabowo Ubah Subsidi BBM dan Listrik ke BLT
BACA JUGA:Kisruh Pengalihan Subsidi BBM Jadi BLT, Ekonom Minta Pemerintah Perhatikan Hal Ini
Melanjutkan, Achmad juga menambahkan bahwa ada beberapa risiko yang harus dihadapi oleh Pemerintah apabila harga BBM benar-benar naik. Salah satunya adalah inflasi yang meluas terhadap biaya produksi dan transportasi, yang akhirnya meningkatkan harga barang-barang kebutuhan pokok lainnya.
"Inflasi yang terjadi bisa mempengaruhi daya beli masyarakat secara keseluruhan, termasuk kelompok miskin yang diberikan BLT. Pada akhirnya, BLT yang diberikan tidak akan mencukupi kebutuhan mereka karena daya beli semakin menurun," jelas Achmad.
Menurut Achmad, perubahan skema subsidi dari harga murah langsung ke BLT mungkin memiliki niat baik, namun pelaksanaannya membutuhkan kehati-hatian agar tidak merugikan kelompok masyarakat yang bergantung pada subsidi tersebut.
Selain itu, dirinya juga menambahkan bahwa apabila Pemerintah ingin mengubah skema subsidi BBM menjadi BLT, perlu ada komitmen kuat untuk menjaga stabilitas harga agar kenaikan harga BBM tidak memicu inflasi yang luas dan menambah beban ekonomi bagi masyarakat miskin.
(Bianca Khairunnisa).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: