Buntut Siswa SMP di Deli Serdang yang Meninggal Usai Dihukum Squat Jump 100 Kali, Begini Tanggapan KPAI

Buntut Siswa SMP di Deli Serdang yang Meninggal Usai Dihukum Squat Jump 100 Kali, Begini Tanggapan KPAI

Siswa SMP di Deli Serdang meninggal diduga usai dihukjm squat jump 100 kali oleh guru -Istimewa-

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus kematian RSS (14 tahun) yang meninggal dunia diduga usai mendapatkan hukuman dari gurunya.

Siswa SMP di Deli Serdang tersebut dihukum melakukan squat jump sebanyak 100 kali oleh guru agamanya, lantaran tidak bisa menghapalkan nama nabi yang ada di Alkitab.

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengaku prihatin atas peristiwa traumatis yang justru terjadi di ruang kelas.

Terlebih, peristiwa ini dilatarbelakangi karena sang siswa tidak mampu mengerjakan tugas hapalan agama.

"Serasa agama diterapkan dalam ruang yang amat sempit, apalagi maknanya hanya ditarik ke satu mata pelajaran. Pelajaran agama terasa begitu sesak sehingga tak ada ruang untuk mereka bernapas, bagi mereka yang tidak melakukannya," kata Jasra ketika dihubungi Disway, 30 September 2024.

BACA JUGA:Miris! Siswa SMP di Deli Serdang Tewas Usai Dihukum Squat Jump 100 Kali Oleh Guru

BACA JUGA:Parah! Siswi SMP di Jambi Jadi Korban Bullying, Muka Disundut Rokok hingga Kepala Dipukul

Padahal, pemaknaan dalam ajaran-ajaran baku agama, harusnya dikuatkan sehingga memiliki arti tak terbatas, dikonstektualkan pada kekinian oleh guru-guru, bahkan harusnya tidak hanya dilakukan guru agama.

Namun sebaliknya, beragam penyimpangan, seperti kekerasan yang mengatasnamakan agama masih sering terjadi.

"Kisah RSS adalah puncak dari problematika, karena saya kira peristiwa ini, bukan karena hari ini saja menimpa anak seperti RSS, ada rentetan panjang dalam penerapan cara pelajaran agama, yang perlu dievaluasi kita semua. Dan bila itu tidak terjadi, kita tahu, yang meninggal karena pelajaran agama akan terus terjadi," tuturnya.

Adapun penerapan makna keagamaan yang salah oleh orang dewasa seringkali karena ketidakmampuan guru dan orang dewasa dalam menjawab permasalahan anak, bahkan menimbulkan ketakutan pada anak.

"Ketakutan anak tidak beragama, yang dilakukan oleh orang dewasa, seringkali terjadi, karena ketidakmampuan guru dan orang tua dalam menjawab permasalahan anak kekinian," tambahnya.

Oleh karena itu, ia menekankan peran pemuka agama untuk memberi konteks kekinian kepada para pengajar agama di sekolah-sekolah.

"Saya kira para pemuka lintas agama di mana pun berada perlu duduk bersama menjawab permasalahan puncak yang terjadi atas kisah ananda RSS 14 tahun. Karena ini bukan kisah satu satunya, kekerasan atas nama agama," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: