PKS Soroti Kecurangan dan Intervensi Kekuasaan dalam Pemilu 2024
Rapat Paripurna membahas hak angket terkait kecurigaan pemilu 2024-Foto: Ilustrasi/Kemenkes-Berbagai sumber
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dalam masa sidang IV tahun sidang 2023-2024 digelar hari ini untuk membahas hak angket terkait kecurigaan dan praduga masyarakat atas penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Syahrul Aidi Maazat, menyoroti kekhawatiran terkait kecurangan yang diduga terjadi selama proses pemilu.
"Tadi kita sudah paripurna pembukaan masa sidang dan dalam masa sidang tadi interupsi sudah dilakukan, dimulai dari fraksi PKS untuk agar digulirkan hak angket," katanya kepada wartawan, Selasa 5 Maret 2024.
BACA JUGA:Mandiri Investment Forum (MIF) 2024 Ajak Investor Tangkap Peluang Investasi dalam Era Transisi
"Karena dasarnya bahwasanya sangat terbuka dan sudah menjadi rahasia umum bahwasanya banyak sekali kecurangan dalam proses mulai dari pra dan juga terlaksananya pemilu 2024 ini terasa," sambungnya.
Maazat juga menyampaikan kekhawatiran atas intervensi kekuasaan dalam regulasi pencalonan capres dan cawapres.
"Dimana ada intervensi kekuasaan dalam regulasi untuk capres dan cawapres dimana itu adalah untuk kepentingan dari anak presiden Jokowi," tambahnya.
Selain itu, Maazat juga menyoroti dugaan pelanggaran kode etik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta pengalokasian dana bansos yang dinilai tidak proporsional.
"Begitu juga pemerintah menganggarkan dana bansos yang sangat fantastis tidak sebanyak ketika masyarakat membutuhkan zaman covid dulu, 450 triliun lebih Itu dianggarkan dan itu dibagikan sebelum pemilu dilaksanakan, kita tau bahwasanya itu untuk pencitraan diri bapak menteri salah satu menteri ketua partai bahkan bahwasanya itu adalah dari jokowi bahasanya dan siapa anaknya, dibahasakan seperti itu," ungkapnya.
BACA JUGA:Mobil Listrik Wuling Diskon Besar-besaran
Maazat juga menyinggung adanya intimidasi terhadap kepala daerah dan kepala desa yang dianggapnya sebagai upaya untuk mempengaruhi hasil pemilihan.
"Maka kemudian ini menjadi aneh, belum lagi saat adanya intimidasi beberapa pihak di lembaga negara ini kepada mulai dari kepala daerah, kepala desa yang paling kecil di intimidasi dan mereka harus buat video, dan ini tuh harus dilaporkan memberikan dukungan dan diberikan syarat," tegasnya.
Dalam kesaksiannya, Maazat juga menyoroti ketidaktransparanan dalam proses perhitungan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara).
"Kenapa bisa separah itu begitu, bisa suara di satu TPS itu sampai 800, dan kesaksian dari pelaksanaan TPS ditingkatkan TPS ketika mereka menginput itu untuk 02 itu mereka tidak bisa menginputnya dengan data yang ada begitu tetapi justru berubah berubah dari 120 menjadi 720," jelasnya. (Fajar Ilman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: