Bak Arena Perang Psikologi, Inilah Arti Gestur Ketiga Capres di Debat Terakhir Pilpres 2024

Bak Arena Perang Psikologi, Inilah Arti Gestur Ketiga Capres di Debat Terakhir Pilpres 2024

Ketiga paslon capres 2024, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo.-Foto: Instagram.com/@matakelana-

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Pada debat final capres terakhir terlihat adu gagasan dari masing-masing paslon sesuai tema debat tanpa menampilkan gimmick.

Akan tetapi arena debat yang semula tampak sebagai ajang pembahasan substansi tema, dari sisi psikologi debat ini tiba-tiba berkembang menjadi sebuah arena perang psikologi.

Pakar gestur dan mikro ekspresi dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR) Monica Kumalasari menganalisis, pesan yang tersampaikan dari gestur dan mikro ekspresi tiga calon presiden (capres) pada debat terakhir peserta pemilihan presiden tahun 2024. 

"Debat kelima capres atau debat terakhir Pilpres semalam ini nuansanya penuh dengan mitigasi risiko," ucap Monica pada Senin, 5 Februari 2024.

BACA JUGA:

Pada debat terakhir peserta pemilihan presiden yang diselenggarakan di Jakarta pada Minggu malam, 4 Februari 2024.

Menurutnya, capres Anies Baswedan (nomor urut 1), Prabowo Subianto (nomor urut 2), maupun Ganjar Pranowo (nomor urut 3) berdebat dengan penuh kehati-hatian.

Sebagian besar debat menurutnya dihabiskan dengan sekedar saling menanggapi pertanyaan atau jawaban.

Dalam arena perang psikologi, penggunaan informasi, komunikasi, propaganda, dan taktik-taktik psikologis lainnya dikemas sedemikian rupa untuk tujuan menciptakan stimulus tertentu yang diharapkan akan memicu respon atau reaksi yang diinginkan dari pihak yang menjadi sasaran manipulasi tersebut.

Selama debat berlangsung, tampak sekali ada capres yang sangat piawai dalam menciptakan stimulus.

Sementara ada pula capres yang tampak tidak siap untuk menerima stimulus tersebut, sehingga respon yang diberikan sangat reaktif dan tidak terstruktur. 

Tampak dari susunan kalimat yang diucapkan dan gestur tubuh yang menampilkan gejolak perasaan yang kurang terkontrol.

Dari sisi psikologi, seorang pemimpin apalagi presiden, diharapkan memiliki kemampuan untuk menerima stimulus apapun dan dalam waktu kapanpun juga. 

Kemudian memberikan respon yang tidak menampilkan gejolak perasaan yang berlebihan. Tampil tenang dan tidak terganggu emosinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: