Sempat Jadi Media Sosial Idola, Friendster Bakal Bangkit Kembali, Ternyata Ini Penyebab Tutupnya!
Media Sosial Friendster Bakal Bangkit Kembali--
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Buat anak 90-an tentu cukup akrab dengan Friendster. Bisa dikatakan Friendstrer merupakan awal adanya media sosial. Anak muda zaman itu belum bisa dikatakan anak modern kalau belum punya akun Friendster.
Terkini Friendster, bakal kembali menyapa warganet di dunia maya setelah kurang lebih delapan tahun 'mati suri'. Ada pertanyaan dulu kenapa Friendster sempat tutup?
Friendster bisa dibilang sebagai 'dedengkot' media sosial. Ia hadir lebih dulu daripada media sosial lainnya seperti MySpace maupun Facebook yang digagas Mark Zuckerberg.
BACA JUGA:Cara Mengukur Fitness Age di Smartwatch Garmin, Ketahui Seberapa Bugar Tubuh
Media sosial tersebut dibuat programer asal Kanada bernama Jonathan Abrams di tahun 2002. dengan investasi sebesar US$12 juta oleh Kleiner Perkins Caufield & Byers Benchmark Capital, dan investor swasta. Nama Friendster diambil dari dua kata, "Friend" yang berarti teman, dan "Napster".
Pada tahun 2003, Friendster menerima tawaran akuisisi senilai US$30 juta dari Google, namun mereka menolaknya. Dimasa puncak kejayaannya Friendster bahkan bisa mempunyai 100 juta pengguna, yang mana sebagian besar penggunanya berdomisili di Asia Tenggara.
Per bulan Juni 2008,Friendster memiliki pengguna aktif bulanan mencapai 37,1 juta orang. Dari angka tersebut, mayoritas pengguna Friendster berasal dari Asia. Angka pengguna Asia mencapai 33 juta pengguna aktif bulanan.
Pada Juli 2009, setelah beberapa masalah teknis dan desain ulang, situs ini mengalami penurunan traffic yang dahsyat karena pengguna mulai beralih ke media sosial lain seperti Facebook.
Selepasnya, Friendster berubah menjadi situsweb gim online. Data-data kenangan pengguna media sosial tersebut, per tanggal 31 Mei 2011, dihapus oleh pihak Friendster. Kemudian, situs ini benar-benar mati pada tahun 2015.
Lantas, kenapa Friendster bisa mati? David Garcia, seorang profesor di Swiss Federal Institute of Technology di Zurich dan rekannya telah melakukan 'otopsi' digital dengan menggunakan data yang dikumpulkan tentang jejaring ini sebelum akhirnya mati.
Mereka mengatakan ketika biaya - waktu dan tenaga - yang terkait dengan menjadi keanggotaan media sosial lebih besar dari manfaatnya, maka kondisinya memungkinkan untuk terjadi eksodus.
Pertimbangannya adalah jika satu orang keluar, maka teman-temannya lebih mungkin untuk keluar juga dan hal ini dapat merembet ke seluruh jejaring yang menyebabkan menurunnya keanggotaan.
BACA JUGA:Tak Hanya Musim Kemarau, Cuci Motor Juga Harus Dilakukan saat Musim Hujan, Ini Alasannya
Tetapi Garcia dan rekannya menunjukkan bahwa topologi networking memberikan ketahanan terhadap hal ini. Ketahanan ini ditentukan oleh jumlah teman yang dimiliki oleh masing-masing pengguna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: