Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Menurut Agama Islam
Hukum Merayakan Tahun Baru Menurut Islam
Terkait hukum merayakan tahun baru Masehi ini, terdapat perbedaan di kalangan para ulama.
Sebagian ulama mengharamkannya, sementara asebagian lainnya menghukuminya 'mubah atau boleh.'
Pendapat yang Membolehkan Perayaan Tahun Baru Masehi
Salah satu pendapat yang membolehkan perayaan tahun baru Masehi adalah Guru Besar Al-Azhar Asy-Syarif serta Mufti Agung Mesir Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M). Menurut mereka, perayaan tahun baru Masehi ini boleh-boleh saja dilakukan selama tidak mengandung unsur kemaksiatan.
Berikut ini penjelasannya dalam kompilasi fatwa ulama Al-Azhar:
وَقَيْصَرُ رُوْسِيَا "الإِسْكَنْدَرُ الثَّالِثُ" كَلَّفَ الصَّائِغَ "كَارِلْ فَابْرَج" بِصَنَاعَةِ بَيْضَةٍ لِزَوْجَتِهِ 1884 م، اسْتَمَرَّ فِي صُنْعِهَا سِتَّةَ أَشْهُرٍ كَانَتْ مَحِلَّاةً بِالْعَقِيْقِ وَالْيَاقُوْتِ، وَبَيَاضُهَا مِنَ الْفِضَّةِ وَصِفَارُهَا مِنَ الذَّهَبِ، وَفِى كُلِّ عَامٍ يَهْدِيْهَا مِثْلَهَا حَتَّى أَبْطَلَتْهَا الثَّوْرَةُ الشُّيُوْعِيَّةُ 1917 م. وَبَعْدُ، فَهَذَا هُوَ عِيْدُ شَمِّ النَّسِيْمِ الَّذِي كَانَ قَوْمِيًّا ثُمَّ صَارَ دِيْنِيًّا فَمَا حُكْمُ احْتِفَالِ الْمُسْلِمِيْنَ بِهِ؟ لَا شَكَّ أَنَّ التَّمَتُّعَ بِمُبَاهِجِ الْحَيَاةِ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَتَنَزُّهٍ أَمْرٌ مُبَاحٌ مَا دَامَ فِى الْإِطَارِ الْمَشْرُوْعِ الَّذِي لَا تُرْتَكَبُ فِيْهِ مَعْصِيَّةٌ وَلَا تُنْتَهَكُ حُرْمَةٌ وَلَا يَنْبَعِثُ مِنْ عَقِيْدَةٍ فَاسِدَةٍ
Artinya: "Kaisar Rusia, Alexander III pernah mengutus seorang tukang emas 'Karl Fabraj' guna membuat topi baja untuk istrinya pada tahun 1884 M. Proses pembuatannya berlangsung selama 6 bulan. Topi itu ditempeli batu akik dan permata. Warna putihnya dari perak dan warna kuningnya dari emas. Di setiap tahunnya ia menghadiahkan topi serupa kepada istrinya hingga kemudian istrinya ditumbangkan oleh pemberontakan kelompok komunisme pada tahun 1917 M. Mulanya acara ini merupakan suatu perayaan 'Sham Ennesim' (Festival nasional Mesir yang menandai dimulainya musim semi) yang merupakan tradisi lokal Mesir lantas berubah menjadi tradisi keagamaan. Lalu bagaimanakah hukum memperingati dan merayakannya bagi seorang muslim?
Tak diragukan lagi bahwa bersenang-senang dengan keindahan hidup yakni makan, minum dan membersihkan diri merupakan sesuatu yang diperbolehkan selama masih selaras dengan syariat, tidak mengandung unsur kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan bukan berangkat dari akidah yang rusak." [Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar, juz X, halaman 311).
Senada dengan pendapat tersebut, kebolehan merayakan tahun Baru Masehi ini juga disampaikan oleh ulama pakar hadis terkemuka asal Haramain, Syekh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (wafat 2004 M). Dia berpendapat bahwa tahun baru merupakan bagian dari tradisi yang tidak ada korelasinya dengan agama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: