Tragis! Negara Miskin Ini Dilema Utang Rp3 Kuadriliun Hadapi Tahun 2024
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Menuju tahun 2024 beberapa negara termiskin di dunia kini menghadapi hutang mencapai US$200 miliar. Hutang tersebut dalam bentuk obligasi dan pinjaman lainnya yang setara dengan Rp 3 kuadriliun.
Negara - negara yang dikelan oleh para investor kaya di dunia sebagai pasar-pasar perbatasan kini sedang dihadapkan dengan utang yang semakin membesar pada tahun 2024.
Adapun obligasi yang diterbitkan oleh Bolivia, Ethiopia, Tunisia, dan 12 negara lainnya sudah mengalami gagal bayar atau diperdagangkan pada tingkat yang menunjukan potensi gagal bayar kepada para investor.
Kebijakan Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve yang mempertahankan suku bunganya lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama, membuat penyaluran pinjaman - pinjaman tersebut kini sudah mulai surut.
Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve yang mempertahankan suku bunganya lebih tinggi dalam waktu lebih lama, membuat penyaluran pinjaman-pinjaman tersebut kini mulai surut, sehingga sulit bagi mereka untuk meminjam lebih banyak dan menambah risiko terkait suku bunga pada 2024.
BACA JUGA:Hukum Orang yang Berhutang menurut Buya Yahya
BACA JUGA:Ustadz Adi Hidayat Uraikan Bacaan Doa Agar Dilancarkan saat Membayar Hutang
Selain itu, guncangan dari pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina memberikan tekanan tambahan pada negara-negara miskin yang harus meminjam agar perekonomian mereka dapat tetap berjalan Termasuk dengan pinjaman pemerintah, korporasi dan rumah tangga, utang 42 negara yang diklasifikasikan oleh Institute of International Finance sebagai pasar terdepan mencapai rekor tertinggi US$3,5 triliun pada 2023, naik sekitar dua kali lipat dibandingkan satu dekade lalu.
Bahkan, untuk tetap likuid, banyak pemerintahan negara tersebut memangkas pengeluaran karena pembayaran utang menghabiskan anggaran mereka.
Ekonom senior di badan perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) UNCTAD Penelope Hawkins mengungkapkan bahwa jika kondisi tersebut terjadi di negara maju, maka kondisi tersebut sudah disebut sebagai krisis utang.
“Bagaimanapun banyak negara yang akhirnya mengalami gagal bayar (default) dalam arti formal adalah hal yang tidak relevan: Saat ini, negara-negara berkembang sedang mengalihkan sumber daya yang diperlukan untuk pembangunan guna membayar utang mereka,” jelasnya.
Adapun, para investor di negara-negara terdepan bersiap untuk menghadapi dampak buruk akan utang dan ekuitasnya.
Beberapa pemegang dana terbesar adalah dana yang dikelola oleh BlackRock, Franklin Templeton, dan T. Rowe Price Group.
BACA JUGA:Puan Maharani Sentil Utang BUMN, Erick Thohir: Sehat!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: