Bivitri Susanti: Pakar Hukum Tata Negara yang Tolak Tawaran KPU Jadi Panelis Debat Capres, Ini Alasannya

Bivitri Susanti: Pakar Hukum Tata Negara yang Tolak Tawaran KPU Jadi Panelis Debat Capres, Ini Alasannya

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menegaskan penolakannya untuk menjadi panelis debat capres edisi perdana Pilpres 2024

Melalui sambungan telepon dengan Tempo pada Ahad, 10 Desember 2023, Bivitri menyatakan bahwa dirinya benar menolak.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengusulkannya sebagai panelis yang akan bertugas menyusun pertanyaan dalam debat yang akan berlangsung di kantor KPU, Jakarta Pusat, pada 12 Desember 2023.

Sebelumnya, KPU merilis usulan nama-nama penyusun pertanyaan debat setelah rapat koordinasi dengan tim pasangan capres cawapres

Tiga pasangan kandidat yang akan bertarung dalam Pilpres 2024 adalah Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo - Mahfud Md. 

BACA JUGA:

Bivitri menegaskan klarifikasi saat dihubungi oleh anggota KPU, memastikan bahwa fungsi panelis tetap sama dengan Pemilu 2019, yaitu bekerja menyusun pertanyaan.

Pada suatu waktu, Bivitri merespons pertanyaan apakah panelis diberi kesempatan bertanya kepada calon presiden. 

Penyelenggara pemilihan menyatakan bahwa tugas panelis tetap sama seperti debat tahun 2019, dan moderatorlah yang akan bertanya. 

Bivitri, seorang pakar hukum tata negara, setelah dipanggil telepon, diberi waktu hingga jam 21.00 WIB untuk memberikan jawaban. 

Setelah berpikir, ia menolak tawaran tersebut karena merasa perannya tidak maksimal. Alasannya, ekspektasi terlalu besar dan hanya bertugas membuat pertanyaan. 

Sebagai hasilnya, nama Bivitri tidak termasuk dalam daftar panelis debat. Sebelas nama lainnya yang masuk termasuk pakar ilmu politik, ahli hukum tata negara, dan pakar hukum dari berbagai universitas terkemuka.

BACA JUGA:

Adapun sebelas panelis tersebut yaitu Mada Sukmajati (pakar ilmu politik Universitas Gajah Mada), Rudi Rohi (pakar ilmu politik Universitas Nusa Cendana), Lita Tyesta (ahli hukum tata negara Universitas Diponegoro), Khairul Fahmi (pakar hukum Universitas Andalas), Agus Riewanto (pakar hukum tata negara Universitas Sebelas Maret).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: