Sejarah dan Konflik Panjang Etnis Rohingya: Kaum Minoritas Muslim yang Tersingkir dari Myanmar
Keberadaan etnis Rohingya dianggap mengurangi hak atas lahan dan ekonomi, khususnya di wilayah Arakan, Rakhine yang menjadi pusat kehidupan etnis Muslim Rohingya.
Keberadaan etnis Rohingya di Provinsi Rakhine semakin terancam oleh tindakan yang sewenang-wenang seperti penjarahan, pemusnahan tempat tinggal, pembakaran masjid, dan pemerkosaan.
Etnis Rohingya yang banyak menjadi korban perampasan tanah melampiaskan kekecewaannya pada etnis Rakhine yang jauh lebih dilindungi oleh pemerintah.
Sejak saat itu, tingkat kebencian warga Muslim Rohingya semakin besar dengan etnis Rakhine dan konflik antar keduanya sering menimbulkan kerusakan dan pertikaian yang berlarut-larut di Provinsi Rakhine.
2.Status yang Berbeda
Perlakuan diskriminatif terhadap Etnis Rohingnya, antara lain disebabkan oleh status mereka yang berbeda.
Salah satu akar konflik tersebut adalah status etnis Rohingya yang masih dianggap imigran ilegal di Myanmar.
Pemerintah Myanmar juga tidak mengakui serta tidak memberi status kewarganegaraan kepada mereka.
Sebagai akibat karena tidak memiliki kewarganegaraan, etnis Rohingya tidak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak.
Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya karena menganggap kelompok Muslim ini bukan merupakan kelompok etnis yang sudah ada di Myanmar sebelum kemerdekaan Myanmar pada 1948.
Hal itu ditegaskan kembali oleh Presiden Myanmar, Thein Sein pada tahun 2012, di mana Myanmar tidak mungkin memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang dianggap imigran gelap dan pelintas batas dari Bangladesh.
Etnis yang diakui sebagai warga negara adalah etnis yang telah lama berada di Myanmar sebelum pendudukan kolonial Inggris tahun 1824. Tercatat ada 135 etnis namun warga Rohingya etnis Bengali tidak termasuk di dalamnya.
BACA JUGA:
- Ketua KPK Korupsi, Ini Tanggapan Presiden Jokowi
- Peluang Menjanjikan! Budidaya Burung Puyuh Omset Jutaan per Hari
3.Burmanisasi
Pada masa Rezim Militer, mulai dari era Ne Win hingga tahun 2000, etnis Rohingnya menghadapi situasi yang berat.
Situasi ini dikarenakan adanya diskriminasi dalam skala besar yang dilakukan oleh pemerintah Junta Militer Myanmar.
Salah satunya adalah semakin gencarnya kebijakan Burmanisasi yang dilakukan dengan menerapkan program model village.
Model village yaitu suatu perumahan yang dibangun khusus untuk orang-orang beragama Buddha seperti Buddha Rakhine dan orang Buddha lainnya yang sebagian besar berasal dari etnis Burma.
Mereka didatangkan secara massal dan kemudian dibekali kebutuhan hidup berupa pasokan bahan pangan dan diberikan rumah yang layak huni oleh pemerintah Myanmar.
4. Diskriminasi Rohingya Diberitakan Media Internasional
Konflik yang terjadi antara etnis Rohingya dan Rakhine yang pada awalnya belum banyak diketahui oleh dunia luar kemudian mencuat pada bulan Juni-Agustus tahun 2012, di mana pemberitaan media internasional mulai memberitakan fakta-fakta tentang adanya konflik Rohingnya.
Hal tersebut memancing kemarahan dari etnis Rakhine yang kemudian berakhir pada konflik yang tidak terhenti.
Konflik ini memuncak pada Juli 2012.
Puncak dari konflik ini ditandai dengan adanya pembakaran besar-besaran terhadap perumahan yang dihuni oleh etnis Rohingnya serta penyerangan yang dilakukan oleh kedua belah etnis.
Bahkan tentara dan polisi Myanmar diduga ikut memprovokasi kedua etnis dan turut menyerang perkampungan Rohingnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: