a. deteksi dini penyakit atau skrining;
b. pengobatan;
c. rehabilitasi;
d. konseling; dan
e. penyediaan alat kontrasepsi.
Setali tiga uang, PP yang diteken Jokowi ini pun lantas menuai kontroversi di kalangan publik, terutama soal penyediaan alat kontrasepsi bagi kelompok usia sekolah dan remaja.
Aktivis perempuan dan anak, Eva Kusuma Sundari menilai, kebijak penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar sangat tidak masuk akal dan salah kaprah.
"Kebijakan pembagian alat kontrasepsi itu akan menjadi sangat aneh jika kemudian para pelajar tidak dikenalkan dengan pendidikan tentang kesehatan reproduksi," kata Eva.
"Jika tiba-tiba dibagikan (kontrasepsi) bisa saja akan jadi salah paham," sambungnya.
Menurut Eva, PP yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja perlu diperjelas.
Hal ini untuk mencegah adanya salah persepsi di masyarakat seperti adanya dukungan pemerintah terkait hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja.
"Daripada membagikan alat kontrasepsi, edukasi Kesehatan reproduksi pada remaja harus diutamakan," ujarnya.
"Seharusnya ada tahapan, harus ada pendidikan tentang kesehatan reproduksi, dengan memberikan kemampuan untuk bagaimana remaja bisa mempertahankan atau lebih cerdas mengelola alat reproduksi," tutupnya.