
Para ilmuwan mengatakan cuaca ekstrem lebih sering terjadi akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
"Tragedi-tragedi ini akan terus terjadi, semakin buruk dan semakin sering terjadi," ucap koordinator kebijakan publik di Climate Observatory, sebuah jaringan yang terdiri dari puluhan kelompok lingkungan dan social, Suely Araujo.
Di Porto Alegre, ibu kota negara bagian Rio Grande do Sul, warga bertahan dengan berdiri di atap rumah.
Sementara warga lainnya yang menggunakan kano atau perahu kecil menyusuri jalan-jalan, yang telah menjadi sungai.
Lebih dari 3.000 tentara, pemadam kebakaran, dan penyelamat lainnya berusaha menjangkau warga yang terjebak.
Pejabat pertahanan sipil menyebut sedikitnya 105 orang hilang dalam serangkaian bencana cuaca buruk itu.
Tentara Brasil mendirikan rumah sakit lapangan setelah ratusan pasien harus dievakuasi dari rumah sakit biasa.
Sementara, warga sipil membentuk kelompok relawan untuk mengumpulkan persediaan dasar, termasuk jaket pelampung, air dan bahan bakar.
“Setiap orang membantu dengan caranya masing-masing, semampu mereka,” kata Luis Eduardo da Silva, seorang relawan, seperti dilansir AFP.
Bandara Internasional Porto Alegre ditutup pada Jumat, 3 Mei 2024 hingga waktu yang belum ditentukan, karena landasan pacunya terendam air.
BACA JUGA:
- Digadang-gadang Bakal Dicampur Pertalite, Berapa Harga BBN Bioetanol per Liter?
- Promo Superindo Weekday Hadir Kembali! Diskon hingga 50% Periode 6-9 Mei 2024, Yuk Cek Katalognya
Gubernur Rio Grande do Sul, Eduardo Leite mengatakan negara bagiannya memerlukan investasi besar untuk pembangunan kembali.
Rio Grande do Sul sebelumnya dikenal sebagai salah satu negara bagian paling makmur di Negeri Samba.
“Kelihatannya seperti sebuah adegan perang, dan setelah perang selesai, maka perlu pendekatan pascaperang,” kata Leite, yang didampingi Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva dan sejumlah menteri.
Selain Porto Alegre, yang berpenduduk 1,4 juta orang, 341 kota dan desa lainnya dilanda banjir.
Presiden Lula, yang mengunjungi negara bagian itu dua kali belakangan ini, menyalahkan perubahan iklim atas bencana tersebut.