JAKARTA,RADARPENA,CO.ID - Ketua KPK non aktif Firli Bahuri sudah melayangkan gugatan praperadilan terkait kasus yang sedang membelitnya.
Saat ini persidangan praperadilan tersebut sudah masuk ke dalam tahap pembacaan jawaban dan duplik termohon.
Duplik termohon dalam hal Kapolda Metro Jaya IrjenPol Karyoto dan Replik Pemohon.
Pengajuan Praperadilan yang dilayangkan Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan yang menyebabkan dirinya ditetapkan menjadi tersangka.
Saat memberikan jawaban Kapolda Metro Jaya IrjenPol Karyoto menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri telah sah secara hukum.
Karena penetapan itu adalah merupakan wewenang penyidik dalam hal ini polisi dan sudah didasarkan pada dua minimal alat bukti.
BACA JUGA:Dewas KPK Gelar Sidang Etik Firli Bahuri Kamis 14 Desember
BACA JUGA:Ketua KPK Non Aktif Firli Bahuri Diduga Langgar Etik, Dewas KPK Segera Gelar Sidang
BACA JUGA:Tak Banyak Bicara, Firli Bahuri Usai Klarifikasi Dewas KPK : Terimakasih Ya...
Lantas ada yang menarik dari sidang praperadilan yang menjerat Firli Bahuri , ketua KPK non aktif karena disangka telah melakukan tindak pidana pemerasan.
Guru besar Hukum Pidana dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Jawab Barat Prof. Romli Atmasmita menegaskan jawaban termohon itu sangat normatif, karena menyatakan bahwa menetapkan atau penetapan tersangka sah hanya didasarkan pada kuantitas alat bukti serta tidak memperhatikan kualitas dari bukti yang disampaikan tersebut.
Sementara itu, pada sisi lain termohon juga sudah menyatakan bahwa penetapan tersangka yang diberikan kepada Firli Bahuri, juga telah sah dan sesuai dan benar , karena sudah ada penyidikan , Juga sudah ada Surat Perintah dimulainya Penyidikan (SPDP), sudah memeriksa saksi-saki dan surat-surat serta ahli.
Kemudian pula, lanjut Romli sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam hal ini Firli Bahuri, itu semua patut di uji atau diperiksa kembali karena dalam pemeriksaan saksi-saksi terutama dalam tahapan penyidikan, diketahui tidak ada satupun saksi yang menyatakan mengetahui, melihat atau mendengar adanya pemerasan, penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji atau penyuapan oleh Syahril Yasin Limpon (SYL).
Semua itu sebagaimana yang di maksud dalam pasal 12 e atau pasal 12 B atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-undang) Tipikor, ''kata prof Romli Atmasasmita dalam keterangan tertulisnya kepada RadarPena.