Disebutkan dalam buku Ilmu Faroidh: Cara Mudah Memahami Ilmu Waris Islam dengan Teknik L-Tansa karya Mokhamad Rohma Rozikin, jika pewaris tidak memiliki anak atau (وَلَدُ بْنِ وَإِنْ سَفَلَ) walad ibnin wa in safala/anak putra terus kebawah, maka warisan jatuh kepada ayah dan ibu pewaris.
Dalil ketentuan ini terdapat pada surah An-Nisa ayat 11 yang berbunyi,
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ [النِّسَاء: 11]
Artinya: "Jika mayit tidak punya anak dan kedua orang tuanya mewarisi dia maka bagi ibunya mendapatkan sepertiga" (An-Nisa: 11).
Dalam ayat tersebut dijelaskan, jika pewaris tidak punya (وَلَدٌ) walad/anak, maka warisan diberikan kepada ayah dan ibu.
Dalam kondisi tersebut (ahli waris terdiri dari ayah dan ibu), ibu mendapatkan sepertiga sementara jatah warisan ayah tidak dijelaskan pecahan tertentu. Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa ayah menjadi ashobah atau hanya mendapat harta sisanya.
Apabila ibu atau ayah juga sudah meninggal, maka ahli waris tinggal mengurutkan daftar yang sudah dijelaskan di atas. Yakni kakek, nenek, saudara laki-laki sekandung, dan seterusnya.
Setelah aashabul furudl sudah semua, maka berlanjut pada daftar ashobah, dan dzawil arham.