Inilah Karir Politik Suella Braverman, Menteri Dalam Negeri Inggris yang Dipecat Usai Dianggap Pro Israel

Kamis 16-11-2023,14:54 WIB
Reporter : Verly
Editor : Reza Fahlevi

Suella ditunjuk sebagai menteri Brexit pada tahun 2018 oleh perdana menteri saat itu Theresa May, jabatan menteri pertamanya.

Namun, perannya sebagai menteri Brexit berumur pendek karena ia segera mengundurkan diri dari jabatannya setelah Menteri Brexit saat itu, Dominic Raab, mengundurkan diri dari jabatannya karena ketidaksepakatan dengan usulan kesepakatan perceraian May dengan Uni Eropa.

Mantan Perdana Menteri Boris Johnson mengangkatnya kembali dengan menunjuk Jaksa Agung pada tahun 2020.

BACA JUGA:

Bergabung dengan perlombaan PM

Pemimpin Partai Konservatif ini termasuk orang pertama yang mengumumkan pencalonannya untuk menggantikan Boris Johnson sebagai perdana menteri Inggris.

Sebelum membuat pengumumannya, Braverman meminta Boris Johnson untuk mundur setelah 'Skandal Partygate', menurut laporan The Quint .

Ia berkata, “Saya mengajukan diri karena saya percaya bahwa manifesto tahun 2019 sesuai dengan tujuannya, menyajikan visi yang berani dan inspiratif bagi negara kita dan saya ingin memenuhi janji-janji yang terkandung dalam manifesto tersebut.

Saya ingin memanfaatkan peluang Brexit dan membereskan masalah yang belum terselesaikan serta memotong pajak.”

Namun, menurut Sky News, Braverman tersingkir dari pencalonan pada bulan Juli setelah hanya menerima 27 suara di putaran kedua kontes.

Menyusul kekalahan ini, Suella memutuskan untuk mendukung Liz Truss dan mengatakan bahwa dia “terkesan” dengan sikap Truss dalam mengatasi migrasi ilegal dan memotong pajak.

Daftar tugas yang panjang

Braverman punya banyak hal. Menurut laporan Independent, Braverman harus segera mengatasi isu-isu kontroversial seperti imigrasi, kejahatan, keamanan dan kepolisian.

Tugas mengatasi meningkatnya jumlah imigran yang melintas Selat Inggris merupakan tugas utama yang harus dilakukan.

Pendahulunya, Patel tidak berhasil memenuhi janjinya untuk menjadikan penyebrangan itu "tidak layak" bagi para imigran.

Pada April 2022, Pemerintahan Jhonson menandatangani perjanjian dengan Rwanda untuk memulangkan sebagian para pencari suaka ke Negara Afrika Timur tersebut.

Kategori :