6 Bentuk Ghibah yang Diperbolehkan dalam Islam, Antara Dosa Besar dan Izin Syar'i

6 Bentuk Ghibah yang Diperbolehkan dalam Islam, Antara Dosa Besar dan Izin Syar'i

Ilustrasi ghibah --Freepik/peoplecreations

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Dalam ajaran Islam, ghibah diartikan sebagai tindakan menceritakan aib orang lain tanpa kehadirannya dan merupakan perbuatan tercela. 

Ghibah atau gosip tidak sekadar membicarakan seseorang, melainkan fokus pada aspek yang tidak disukai oleh orang tersebut. 

Sebagaimana Allah SWT mengingatkan dalam Al-Quran, bahwa ghibah diibaratkan seperti memakan daging saudara sendiri yang telah mati, yang tentu saja sangat menjijikkan. 

Namun, terdapat beberapa kondisi di mana ghibah diperbolehkan dalam Islam karena adanya kebutuhan tertentu yang mendesak.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat: 12,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

BACA JUGA:

Ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa ghibah adalah dosa besar yang setara dengan perbuatan memakan bangkai. 

Imam Asy-Syaukani menjelaskan bahwa ghibah diibaratkan seperti memakan daging seseorang yang sudah meninggal karena orang yang digunjingkan tidak tahu siapa yang telah membicarakan keburukannya.

Selain itu, kehormatan seseorang dalam Islam sangatlah penting. Sama halnya dengan daging manusia yang haram untuk dimakan, kehormatan seseorang juga dilarang untuk dilanggar melalui ghibah.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim no. 2589, Bab Diharamkannya Ghibah)

Meskipun demikian, ada beberapa keadaan di mana ghibah diizinkan dalam Islam. Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ada enam situasi di mana menyebutkan aib seseorang diperbolehkan, yaitu ketika terdapat maslahat yang jelas untuk kemaslahatan bersama. Berikut adalah enam kondisi tersebut:

1. Mengadukan Tindak Kezaliman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: