Soal PP Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Pelajar, PKB: Jangan-jangan Aturannya Disetir Pebisnis
Politisi PKB Luqman Hakim khawatir aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar disetir pebisnis--dok
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Politisi Fraksi PKB Komisi VIII DPR RI Luqman Hakim menyoroti aturan baru mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja yang tertuang pada Pasal 103 PP Nomor 28 Tahun 2024.
Aturan ini merupakan salah satu upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup, khususnya usia sekolah dan remaja.
Ia mengingatkan kepada pemerintah terkait pelaksanaan aturan ini agar tidak disalahpahami sebagai pintu bagi pelegalan seks bebas di kalangan remaja.
“Pelaksanaan aturan tentang kesehatan reproduksi remaja harus dipastikan jangan menjadi pintu bagi seks bebas di kalangan remaja,” kata Luqman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, 5 Agustus 2024.
Menurutnya, akses langsung alat kontrasepsi ini menimbulkan risiko di mana remaja menganggap seksualitas hanyalah sesuatu yang dapat diatasi dengan mekanisme teknis, tanpa perlu memerhatikan aspek emosional, moral, dan sosial yang dianggapnya lebih penting.
BACA JUGA:
Terlebih, menurut Luqman, aturan tersebut tidak sejalan dengan norma-norma agama dan susila di Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila.
Sebaliknya, Luqman menilai bahwa aspek edukasi kesehatan reproduksi harus menjadi prioritas utama untuk diberikan kepada para remaja dibanding pemberian alat kontrasepsi.
"Fokus utama seharusnya adalah pada pendekatan yang holistik dan komprehensif yang mencakup pendidikan seksual yang berkualitas, konseling, dan dukungan emosional. Program pendidikan di sekolah harus dirancang untuk memberikan informasi yang akurat dan relevan mengenai kesehatan reproduksi, serta mendukung perkembangan emosional dan moral remaja,” paparnya.
Bukan hanya itu, legislator Dapil Jawa Tengah VI tersebut juga mengkhawatirkan bahwa aturan ini disetir oleh produsen alat kontrasepsi untuk meraup keuntungan komersial.
"Program ini harus memastikan bahwa remaja memahami, bukan hanya mekanisme teknis dari kontrasepsi, tetapi juga risiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur. Fokus utama harus pada kesejahteraan dan pendidikan remaja, bukan keuntungan komersial. Jangan sampai program ini disetir oleh produsen alat-alat kontrasepsi demi keuntungan bisnis mereka semata,” tukasnya.
BACA JUGA:
Meski begitu, ia pun menyadari bahwa Indonesia saat ini tengah menghadapi berbagai isu reproduksi remaja, mulai dari kehamilan usia dini, seks di luar nikah, hingga pernikahan anak.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pendidikan seksual yang holistik, dukungan emosional, dan pendekatan berbasis nilai-nilai moral sebagai prioritas utama.(zahro)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: