Relaksasi Kegiatan Impor Jadi Biang Kerok PHK Massal Industri Tekstil, Kemenperin: Kaji Ulang Permendag!
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif bersama Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Farmasi Kris Sasono Ngudi Wibowo-Istimewa/Bianca Chairunisa-DISWAY Grup
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Maraknya produk-produk tekstil impor yang membanjiri pasar domestik Indonesia yang seringkali berupa barang ilegal disinyalir jadi penyebab maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada pabrik tekstil.
Bahkan banjir produk impor makin menjadi-jadi semenjak Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 yang merelaksasi kegiatan impor berlaku.
Sementara itu sampai saat ini industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional masih mengalami kontraksi. Pemerintah pun melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan industri TPT dari keterpurukan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Kris Sasono Ngudi Wibowo mengatakan, salah satu penyebab utama masalah di industri TPT adalah maraknya produk-produk tekstil impor yang seringkali berupa barang ilegal.
Alhasil, industri tekstil menjadi satu-satunya subsektor yang mengalami kontraksi berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dari Kemenperin pada bulan Juni 2024.
BACA JUGA:
- Begini Respons Menaker Soal Maraknya Badai PHK Massal di Pabrik Tekstil
- PHK Massal Buruh Tekstil, Ketua API: Jika Permendag Tak Diperbaiki, Tahun Depan 120 Ribu Buruh Kena PHK
Sebagai langkah penyelamatan industri tekstil, Kemenperin telah bersurat kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merumuskan kebijakan pengamanan beberapa komoditas, termasuk TPT, melalui instrumen Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP).
Rencana pemberlakuan kedua instrumen ini juga dibahas dalam rapat terbatas (ratas).
"Kami terus melakukan rapat intens dengan Kemenkeu dan masih menunggu hasilnya," Ujar Kris dalam konferensi pers perilisan IKI bulan Juni 2024 pada Kamis (27/06).
Belum ada keterangan pasti kapan BMAD dan BMPT tersebut diberlakukan, termasuk besaran nilainya. Yang pasti, Kemenperin berharap kebijakan tersebut berlaku secepatnya dengan besaran yang maksimal.
Pengenaan BMAD dan BMTP diharapkan dapat menekan angka impor produk TPT ilegal sekaligus menggerakan kembali utilisasi industri TPT nasional, sehingga risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) tenaga kerja juga bisa berkurang.
Lebih lanjut Kris juga meminta agar Permendag 8/2024 dikaji ulang dan diperbaiki. Dalam hal ini, aturan impor produk TPT dapat dikembalikan seperti Permendag 36/2023.
Terkini gelombang PHK di industri TPT masih terus terjadi hingga saat ini. Perusahaan besar seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex pun turut melakukan PHK terhadap 3.000 karyawan hingga paruh pertama tahun ini.
(Bianca Khairunnisa).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: