Industri Tekstil Khawatir Kebanjiran Produk Impor, Begini Komentar Kemenperin
Ilustrasi industri tekstil yang khawatir kebanjiran impor produk serupa--ist
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Performa industri tekstil saat itu berada pada level ekspansi dan menunjukkan pertumbuhan positif. Permintaan pasar luar negeri sangat baik, sementara di dalam negeri masih kuat.
Meski demikian, pelaku industri tekstil masih khawatir dengan relaksasi aturan pelarangan atau pembatasan (lartas) terhadap barang-barang impor sejenis yang sudah diproduksi dalam negeri.
Kekhawatiran ini juga Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Menurut Redma, pengendalian impor tidak akan efektif karena semuanya sudah direlaksasi.
"Kami awalnya menyambut baik langkah Kementerian Perdagangan melakukan pengendalian impor melalui Permendag No. 36/2023. Permendag tersebut sudah disosialisasikan sejak Desember 2023 dan berlaku 10 Maret 2024. Jadi penumpukan kontainer yang terjadi karena ulah importir nakal yang tidak mau mengurus izin Persetujuan Impor," Ujar Redma dalam keterangan tertulis pada Senin (27/05).
Redma menambahkan, dari 26.000 kontainer yang diberitakan tertahan, 85% di antaranya adalah barang jadi milik importir pedagang dan hanya 15% yang benar-benar untuk kepentingan industri manufaktur.
BACA JUGA:
- Kunjungi Kemenperin, Negara di Karibia Belajar Olah Beragam Produk Kelapa
- Kemenperin Boyong Industri untuk Tampilkan Inovasi dalam Ajang WWF ke-10 di Bali
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh Ketua Ikatan Pengusaha Konfeksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman. Menurut Nandi, para pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) garmen dan sepatu khawatir dalam waktu dekat, pasar akan kembali dibanjiri impor pakaian jadi dan sepatu impor.
Selain itu, timbul kekhawatiran di kalangan pelaku industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) atas gempuran produk impor, setelah sebelumnya IKM garmen dan sepatu menikmati kenaikan permintaan sebesar 30-50% dari dalam negeri dengan berlakunya aturan pertimbangan teknis (pertek) untuk barang impor, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Ini bukan hanya sebuah kekhawatiran tetapi pengalaman pahit yang kami alami dalam tahun-tahun belakangan ini ketika impor pakaian jadi dan alas kaki tidak dikendalikan," Ujar Nandi.
Menanggapi hal ini, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Adie Rochmanto Pandiangan menanggapi bahwa Kementerian Perindustrian selalu mendengarkan dan menampung masukan dari para pelaku industri tekstil dan pakaian.
"Sebagai pembina industri, Kemenperin menampung masukan dari para pelaku industri mengenai kendala-kendala yang dihadapi terkait peningkatan produktivitas dan daya saingnya. Kekhawatiran pelaku industri TPT timbul karena tidak ada lartas terhadap barang impor yang sejenis dengan barang yang mereka produksi," Jelas Adie.
Adie menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), subsektor industri tekstil dan pakaian jadi mencapai 2,64% (yoy) pada triwulan I – 2024. Sementara itu, pada periode yang sama, permintaan luar negeri untuk produk tekstil dan pakaian jadi juga mengalami peningkatan volume, yaitu sebesar 7,34% (yoy) untuk produk tekstil dan 3,08% (yoy) untuk pakaian jadi.
Dengan data statistik ini, Kemenperin optimistis pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi dapat semakin optimal apabila pencegahan konsumsi pakaian bekas atau thrifting dan pengawasan pasar sesuai aturan yang berlaku terhadap barang-barang impor lebih ditingkatkan.(bianca)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: