Indonesia Alami Krisis ISBN Lantaran Penerbitan Buku yang Tidak Wajar, Simak Pengertian dan Dampak Bagi RI

Indonesia Alami Krisis ISBN Lantaran Penerbitan Buku yang Tidak Wajar, Simak Pengertian dan Dampak Bagi RI

Awalnya, krisis ISBN di Indonesia bermula dari teguran Badan Internasional ISBN London kepada Perpustakaan Nasional (Perpusnas).

Sementara Perpusnas merupakan lembaga dalam negeri satu-satunya yang berhak menyalurkan ISBN pada perusahaan penerbit Indonesia.

BACA JUGA:

Peringatan itu dikeluarkan karena badan ISBN di London menemukan kasus penerbitan buku di Indonesia dalam jumlah yang tidak wajar.

London menyebutkan, sepanjang tahun 2020 hingga 2021, Indonesia menerbitkan 208.191 buku ber ISBN. 

Situasi ini menyebabkan Indonesia menerbitkan 623.000 buku ber-ISBN dalam 4 tahun (2018-2021). Jumlah publikasi akan jauh lebih tinggi jika jumlah publikasi bersifat kumulatif hingga tahun 2023.

Berdasarkan statistik Perpusnas, pada tahun 2023, lebih dari 728.389 buku diterbitkan dengan ISBN. Jumlah penerbitannya sangat banyak, mengingat jumlah ISBN di dalam negeri terbatas. 

Nomor ISBN terakhir yang diberikan untuk Indonesia pada tahun 2018 adalah 1 juta. Artinya, saat ini jumlah ISBN yang tersisa di Indonesia hanya sekitar 270.000 nomor.

Perlu diketahui, alokasi 1 juta nomor ISBN di negara lain biasanya dapat digunakan hingga 10 tahun. Namun di Indonesia, alokasi satu juta nomor tersebut hampir habis hanya dalam waktu enam tahun. 

Jika kita asumsikan, Indonesia baru akan mendapat ISBN lagi dalam waktu 10 tahun atau pada tahun 2027, maka jumlah buku yang bisa diterbitkan dengan ISBN dalam 4 tahun ke depan hanya sekitar 270.000 judul. Keadaan ini kemudian dikenal dengan krisis ISBN.

BACA JUGA:

Dampak Krisis ISBN Bagi Indonesia 

Akibat dari krisis ISBN ini sangatlah merugikan, baik bagi industri penerbitan maupun bagi pembaca. 

Bagi industri penerbitan, reputasi mereka dapat tercoreng karena banyak terbitan yang tidak memenuhi standar kualitas yang baik. 

Selain itu, keberadaan buku-buku yang tidak layak tersebut juga dapat menurunkan tingkat minat masyarakat dalam membaca dan membeli buku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: