Terungkap! Kronologi Bocornya 204 Juta Data KPU hingga Terjual di Internet, BSSN: Data Lama!

Terungkap! Kronologi Bocornya 204 Juta Data KPU hingga Terjual di Internet, BSSN: Data Lama!

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Pencurian data dari server KPU ini bukan pertama kali terjadi, sebab sebelumnya terdapat klaim dari sejumlah akun anonim, salah satunya Bjork, yang menjual data pribadi dari server KPU.

Beberapa hari belakangan, ramai pemberitaan tentang kasus dugaan kebocoran data dari sistem jaringan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut informasi, sistem jaringan KPU dibobol oleh hacker.

Di tengah maraknya euforia tentang persiapan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, isu data KPU bocor ini berembus dan membuat banyak pihak ikut bersuara.

Namun, Badan Siber dan Sandi Negara menduga data Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dilaporkan bocor merupakan data lama. Pelaku kemungkinan membuatnya seakan data tersebut baru didapatkan.

BACA JUGA:

"Kalau dugaan kami sementara ini data lama yang diconcat dengan beberapa hal baru. Misalnya nama, nama orang dari lahir sampai meninggal enggak berubah. Data-data itu digunakan si penyerang seakan baru dan fresh baru didapatkan," kata Ketua Tim Insiden Siber Sektor Keuangan, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sandromedo Christa Nugroho, di Jakarta, Kamis 30 November 2023.

"Data itu bukan hanya dari serangan, tapi bisa beli dari darkweb. Data kita sebenarnya sudah diperjualbelikan dari darkweb," ungkapnya.

Dugaan lain data yang dipegang akun Jimbo mirip datasetnya dengan milik KPU. Saat ini tengah dilakukan digital forensik di platform KPU. Diharapkan tidak ada ditemukan anomali serangan baru.

Kebocoran data itu disebabkan karena adanya hacker bernama Jimbo yang berhasil melakukan retasan dengan cara phising.

Akun anonim “Jimbo” mengeklaim telah meretas situs kpu.go.id dan berhasil mendapatkan data pemilih dari situs tersebut.

Ia mengeklaim menguasai 204 juta data pemilih dan membagikan 500.000 sampel di situs BreachForums – situs yang biasa digunakan peretas menjual data curian.

Data ini berisi keterangan nama lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga, Nomor KTP (berisi nomor paspor untuk pemilih di luar negeri), jenis kelamin, tanggal lahir, status pernikahan, alamat lengkap, serta kodefikasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).

BACA JUGA:

Setidaknya 204 juta data tersebut dijual di dark web seharga 2 Bitcoin atau US$74.000 atau hampir Rp1,2 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: